Ketua Komisi Nasional (Komnas) Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (PMKI), BS Kusmuljono mengatakan, masih sekitar 50 juta pengusaha mikro yang perlu mendapat kredit untuk memajukan usahanya. “Masih ada 50 juta pengusaha mikro yang perlu pembiayaan dari KUR (Kredit Usaha Rakyat),” kata Kusmuljono dalam acara Sarasehan Nasional Inovasi Usaha dan Keuangan Mikro di Jakarta, Rabu.Menurut dia, KUR yang disalurkan baru membiayai sekitar 2,08 juta pengusaha mikro dengan nilai Rp15,2 triliun yang disalurkan oleh enam bank (Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri).
Para pengusaha mikro tersebut kebanyakan belum bisa mendapatkan kredit dari bank karena masalah manajemen keuangan serta jaminan kredit yang tidak sesuai aturan bank. “Sebenarnya mereka adalah pahlawan ekonomi penggerak sektor riil yang harusnya diberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya,” kata Kusmuljono.Untuk itu PMKI mengadakan Sarasehan Nasional Inovasi Usaha dan Keuangan Mikro untuk mengajukan beberapa gagasan untuk diajukan ke pemerintah mendatang sebagai program 100 hari pertamanya.
Gagasan ini, di antaranya, pertama mentransformasi Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Menengah (KUKM) menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil (KUMK) sesuai dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Kedua, mempercepat peningkatan status pengusaha mikro dan kecil dari not-bankable menjadi bankable dengan program pendampingan melalui kegiatan edukasi dan pembinaan baik kepada calon nasabah maupun yang sudah menjadi nasabah.
Ketiga, memantapkan program keterkaitan (linkage) antara bank dengan lembaga keuangan mikro (LKM) dilengkapi dengan pemeringkatan LKM oleh lembaga independen.
Keempat, merekomedasikan terbentuknya Badan Layanan Umum Daerah Inkubator, dengan sistem satu atap bagi usaha mikro dan kecil berbasis di pemerintah daerah yang sudah maju melalui sistem kelembagaan technopark.
Kelima, mengembangkan sistem insentif usaha mikro dan kecil di bidang pertanian untuk alternatif program subsidi pertanian langsung (SPL) dalam rangka ketahanan pangan nasional.
Keenam, memasukkan mata pelajaran UKM baik konvensional maupun syariah di perguruan tinggi khususnya di tingkat pasca sarjana program studi ekonomi.
Ketujuh, melaksanakan riset kebijakan dan studi kerja yang dipercepat tentang aktivasi lembaga keuangan mikro (LKM) non bank non koperasi terkait dengan wacana proyek Badan Usaha Milik Desa, terutama untuk daerah tertinggal dan terpencil pedesaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar