LIPUTAN

Sabtu, 06 November 2010

Ketika Usaha Harus Bermula Dari 3 F...

Bayangkan situasi sekian puluh tahun lalu ketika orang di Indonesia masih minum air dari air sumur yang direbus dan masih merebus air panas setiap kali mau minum teh;  saat itu ada orang yang punya ide nyleneh (pada jamannya) untuk memasukkan air atau air teh dalam botol dan gelas kemudian menjualnya dengan harga berlipat !. Siapa kira-kira yang mau mendukungnya saat itu ?.  Dukungan yang sangat mungkin adalah dari keluarga sendiri, dari teman-temannya dan dari ‘orang-orang bodoh’ di sekitarnya .

Sekumpulan keluarga, teman-teman dan ‘orang-orang bodoh’ yang dalam bahasa Inggris-nya adalah Families, Friends and Fools (3 F) inilah sekumpulan orang yang sangat berperan dalam memberikan dukungan ketika kita menggagas ide-ide yang tidak biasa, ide-ide yang  nyeleneh, ide-ide yang mendahului jamannya atau ide-ide yang oleh kebanyakan orang awalnya dianggap sebagai ide-ide yang bodoh.

Dukungan ini tidak terbatas pada dukungan moril, semangat, mitra berdiskusi, teman brainstorming dan lain sebagainya yang bersifat non-materiil; tetapi dalam kenyatannya kita juga butuh dukungan yang bersifat meteriil seperti  modal usaha, tenaga, sarana prasarana dlsb.

Peran 3F ini menjadi semakin penting bagi sukses tidaknya di awal sebuah ide besar usaha diimplementasikan. Ditahun-tahun awal usaha akan membutuhkan dana terus menerus, untuk riset, tes produk, tes produksi, tes pasar dlsb. saat itu belum ada income tetapi biaya keluar terus menerus. Saat itu juga belum ada pemodal diluar 3 F yang tertarik untuk mendanai usaha Anda.

Perjalanan menuju death valley ini akan membuat banyak pemula frustasi, lagi-lagi 3 F akan berperan. Mereka ini adalah orang-orang yang bersedia keluar dana untuk usaha Anda meskipun belum jelas hasilnya, bersedia kerja keras siang malam tanpa (belum) mengharapkan bayaran. Mereka menyemangati Anda ketika Anda down dan mengerem langkah Anda ketika Anda mau nyungsep ke jurang.

Maka kepandaian Anda mengelola sumber daya yang tidak ternilai harganya yang bernama 3 F ini – menjadi amat sangat menentukan apakah usaha Anda nantinya bisa lolos melewati lembah kematian – death valley - atau tidak.

Setelah death valley atau kuburannya para pemula usaha berhasil Anda lewati, usaha Anda akan mulai menampakkan daya tariknya. Saat itu para pemodal dari kalangan venture capital bisa jadi sudah akan mulai melirik usaha Anda; mereka ini tentu menyukai usaha yang sudah jelas masa depannya tetapi belum banyak yang melihat – jadi potential growth-nya bisa sangat tinggi.

Saat usaha berkembang lebih maju lagi, jenis investor lainnya seperti private quity investor pun akan bermuncuan karena saat itu usaha Anda sudah menjadi usaha yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi pertumbuhan yang masih sangat besar.

Bila terus dikelola dengan baik, perusahaan Anda akan mencatat sejarah dengan pertumbuhan berikutnya melalui proses merger & acquisition atau bahkan juga go public. Kurva-J di bawah menggambarkan perjalanan umum suatu usaha, bermula dari 3 F sampai menjadi perusahaan publik.

Kita kini tahu misalnya, ide ‘nyleneh’ sekian puluh tahun lalu yang saya ungkapkan di awal tulisan ini – saat ini telah menjadi raksasa-raksasa perusahaan publik. Orang-orang yang berpikir mendahului jamannya yang dulunya bisa jadi  dianggap sebagai ‘orang-orang bodoh’ – kini terbukti merekalah orang-orang yang paling cerdas di bidang industrinya masing-masing; merekalah captain of industry saat ini.
Business Road Map From FFF to PublicBusiness Road Map From FFF to Public
 

Lantas siapa yang akan mendampingi Anda dalam stage 3 F agar bisa melalui death valley secara aman ?.  Konsultan bisnis dlsb. yang berorientasi komersial tentu belum tertarik bisnis Anda ketika Anda masih berada di stage 3 F ; sementara mungkin juga tidak mudah bagi Anda untuk menemukan ‘orang-orang bodoh’ di sekitar Anda, saat itulah lembaga non-profit seperti yang kami kelola dalam bentuk Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin (PWDM) bisa ikut membantu Anda dari awal.

Banyak ‘ide-ide bodoh’ yang kini sudah mulai kami implementasikan. Memang usaha-usaha yang kami rintis bersama peserta PWDM sejak Angkatan I tersebut  - yang baru berusia satu tahun saat ini umumnya masih berada di stage 3 F, namun kami juga sudah antisipasi bahwa segera setelah death valley ini berhasil kami lalui – berbagai bentuk aksi korporasi dalam rangka membesarkan usaha baik melalui venture capital, private placement, merger and acquisition dan bahkan go public juga sudah mulai kami petakan.

Bahkan kini kami bersinergi dengan Calipha Group Holding untuk bisa saling mengisi. PWDM mendapatkan visi dan jaringan untuk membuat road map jauh kedepan bagi setiap usaha yang dirintisnya, sementara Calipha yang memiliki spesialisasi dibidang venture capital , private equity placement serta merger & acquisition dapat menanamkan benih-benih dagangan masa depan dalam business-nya.

Jadi jangan kawatir dengan ide-ide besar Anda yang oleh kebanyakan orang masih dianggap sebagai ‘ide yang bodoh’ sekarang,  siapa tahu dalam beberapa dekade kedepan – giliran Andalah untuk menjadi captain of  industry itu. InsyaAllah.

Di-update pada Sabtu, 30 October 2010 04:23
Oleh Muhaimin Iqbal   
Sabtu, 30 October 2010 04:06

Membuat Mie Sendiri

Siapa si yang gak suka dengan mie?

Makanan yang enak, proses penyajiannya cepat dan murah harganya.

Terlebih lagi jika mie buatan sendiri, tentunya lebih aman kerana bebas dari soda api dan formalin yang dapat membahayakan tubuh kita, meskipun ada juga mie yang beredar dipasaran tanpa menggunakan bahan tersebut sebagai pengawet. Ingin tahu cara membuatnya ?
Resep kali ini sangat sesuai bagi anda yang saat ini tengah menekuni wirausaha seperti berdagang bakmi atau mi ayam, karena dengan membuat mi sendiri diharapkan kualitas rasa mie anda lebih nikmat.

Berikut ini bahan-bahan dan cara pembuatannya :
Bahan-bahan :

  • Tepung terigu …………...………..….. 1 Kg
  • Telur ……………………................... 3 butir
  • Garam ……………………….......….. secukupnya
  • Air ki …………………. ………..…….. 25 cc
  • Air matang………..……………..…... 5 gelas
  • Sodium benzoat ……………...……... 1 sdt
  • Pewarna makanan kuning...secukupnya

Cara pembuatannya :
Kocok telur sampai mengembang, kemudian masukkan garam halus secukupnya. Ambil wadah lain, lalu campurkan tepung terigu, pewarna makanan kuning dan air ki hingga merata. Kemudian aduk dan remas-remaslah dengan tangan. Masukkan adonan (a) kedalam adonan (b) sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan sampai adonan menjadi pekat. Setelah itu masukkan sodium benzoate dan aduk hingga rata. Masukkan adonan ke dalam cetakan bakmi dan putarnlah. Kamudian masukkan kedalam air mendidih selama 15 menit. Setelah 15 menit, angkat mi dari air mendidih lalu tiriskan. Bagaimana? Ternyata membuat mi tidaklah susahkan?

Rabu, 03 November 2010

Yang Harus Dilakukan Sebelum Memulai Bisnis


Ketika kita sudah menemukan sebuah konsep bisnis yang ingin dijalankan, biasanya kita tidak tahu apa yang harus dipersiapkan sebelum membuka usaha tersebut. Disini akan dijelaskan beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum memulai usaha. Hal ini dilakukan agar kita dapat membuka usaha dengan sistematis dan meminimalisir kesalahan ataupun kerugian akibat kesalahan perencanaan.
Secara umum, ada 5 hal yang harus kita pertimbangkan sebelum membuka usaha, yaitu :
  1. Produk.
  2. Sistem Manajemen.
  3. Analisa Pasar / Konsumen.
  4. Strategi Pemasaran.
  5. Analisa Keuangan.
Produk
Pertimbangan masalah produk ini menyangkut antara lain :
Apa keunggulan produk kita dibandingkan produk dari pesaing.
Apakah produk kita memiliki suatu nilai yang lebih dibanding pesaing.
Bagaimana cara memperoleh bahan baku serta berapa biaya bahan baku tersebut.
Apakah ada teknologi dalam pembuatan produk tersebut.
Apakah dalam membuat produk tersebut harus menggunakan tenaga ahli, atau bisa dilakukan siapa saja.
Jika bisa dilakukan siapa saja, bagaimana cara melatih mereka agar dapat membuat produk yang sesuai.
Apakah kemasan produk tersebut sudah menarik untuk dilihat.
Sistem Manajemen
Yang termasuk dalam sistem manajemen adalah :
Siapa pemilik usaha ini? Jika ada orang selain kita bagaimana tugas dan wewenangnya. Disarankan untuk menggunakan sistem kepemimpinan tunggal, tujuannya agar tidak ada kebijakan yang saling tumpang tindih serta pembagian tugasnya jelas.
Berapa jumlah kebutuhan ruangan untuk usaha ini, dan apakah usaha ini membutuhkan suatu ruangan khusus.
Bagaimanan sistem operasionalnya. Apakah perlu waktu untuk menyiapkan produk atau apakah kita perlu waktu dalam pengantaran produk tersebut.
Jika dilakukan pengiriman, apakah ada sistem pengepakan/pengemasan yang harus dilakukan agar tidak terjadi kerusakan.
Bagaimana jalur operasional untuk usaha ini, dari mulai anda mendapatkan bahan baku sampai produk tersebut dibeli oleh konsumen.
Analisa Pasar
Dalam analisa pasar, yang harus kita ketahui adalah :
Siapa target konsumen dari produk kita.
Apakah produk kita sudah pernah diujicobakan ke konsumen, dan bagaimana pendapat mereka.
Jika sudah tahu siap terget konsumen kita, apakah kita tahu keinginan dan kebutuhan mereka akan produk ini. Apakah mereka menginginkan hal lain agar dapat menikmati produk kita.
Siapa saja kompetitor kita dalam produk ini, dan bagaimana mereka melakukan pelayanan kepada konsumennya.
Strategi Pemasaran
Setelah kita mengetahui kondisi pasar dari produk ini, kita dapat menciptakan strategi pemasaran yang sesuai dengan kondisi pasar dan juga kondisi usaha kita. Berikut yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan strategi pemasaran :
Apa nama brand/merek produk kita. Apakah brand/merek tersebut cukup familiar didengar atau sulit diucapkan.
Jelaskan strategi penjualan produk ini agar sampai ke konsumen. Jika dalam melakukan penjualan memerlukan salesman, bagaimana cara agar salesman bisa menjual produk kita.
Apa kegiatan promosi / publikasi yang kita lakukan agar konsumen bisa tahu dan mencoba produk kita. Hal yang paling penting dalam promosi awal adalah konsumen harus tahu dan mencoba dari produk kita.
Bagaimana konsumen membeli produk kita. Apakah harus datang ke toko kita, atau kita yang mendatangi konsumen. Jika konsumen yang datang ke toko kita, apakah letak toko kita dekat dan mudah dengan konsumen. Jika kita yang mendatangi konsumen, dengan cara apa kita mendatangi konsumen. Apakah dengan sistem penitipan ke retail, supermarket atau melakukan penjualan langsung.
Analisa Keuangan
Hal terakhir yang harus dipertimbangkan adalah analisa keuangan. Berikut pertimbangan dalam hal keuangan :
Berapa kebutuhan total investasi usaha kita
Darimana kebutuhan investasi tersebut terpenuhi ( siapa yang mensuplai atau beli darimana )
Darimana pendapatan usaha ini berasal. Jika memiliki banyak produk, berapa harga dari setiap produknya dan berapa target penjualan dari setiap produk.
Berapa harga pokok produk tersebut. Ini termasuk pembelian bahan baku, biaya pengangkutan bahan baku dan upah pembuatan produk.
Berapa biaya operasional setiap bulannya untuk menjalankan usaha ini. Dimasukan juga berapa penyusutan alat – alat yang memiliki masa waktu pakai.
Berapa keuntungan bersih setiap bulannya dan apakah keuntungan ini sesuai dengan biaya investasi yang kita keluarkan.

BMT Dari Masa ke Masa Berjuang untuk Ummat

Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini tercatat paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Berbagai LKMS tersebut lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Masing-masing BMT biasa memiliki nama, yang diperlihatkan pada papan nama dan identitas lainnya. Ada LKMS yang menyebut diri sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), dan yang secara lengkap menyatakan diri sebagai KJKS BMT dengan nama tertentu.
BMT pada umumnya memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan yang hampir sama kuatnya, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai lembaga keuangan syariah. Identifikasi yang demikian sudah tampak pada beberapa BMT perintis, yang beroperasi pada akhir tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an. Mereka memang belum diketahui secara luas oleh masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen dengan cakupan geografis yang amat terbatas. Perkembangan pesat dimulai sejak tahun 1995, dan beroleh “momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998.
Pada tahun 2010, telah ada sekitar 4.000 BMT  yang beroperasi di Indonesia. Beberapa diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan faktor mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk “jemput bola”, memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Wilayah operasionalnya pun sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa.
BMT-BMT tersebut diperkirakan melayani sekitar 3 juta orang nasabah, yang sebagian besar bergerak di bidang usaha mikro dan usaha kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas. Mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif moderen.
Pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula dalam kinerja keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Mereka pun dipercaya oleh masyarakat yang kebanyakan berpenghasilan rendah dan menengah bawah untuk menyimpan dananya. Pada saat bersamaan, BMT telah memberikan pembiayaan  melebihi dana yang berhasil dihimpun, yang dimungkinkan oleh semakin membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk bekerjasama.
Potensi untuk berkembang lebih pesat di masa mendatang masih sangat besar. Namun masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT. Dukungan berbagai pihak pun belum sepenuhnya kuat. Keberadaannya pada “dua kaki”, sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait erat dengan UMKM dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi dan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan kadang menghambat dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi pemahaman permasalahannya. Dari sisi internal BMT sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.
Para pegiat pun sadar akan belum optimalnya perkembangan BMT. Berbagai forum dan kerjasama antar mereka telah dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada upaya penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan bersama. Salah satu yang mendasar adalah menyepakati dan mengembangkan beberapa karakteristik dasar yang serupa, yang mencerminkan jati diri sebagai gerakan BMT. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesadaran akan adanya tantangan masa depan terkait perkembangan kondisi eksternal yang sebagiannya musti dihadapi secara bersama. Tantangan tersebut meliputi antara lain: dinamika perekonomian nasional bahkan global, kemajuan teknologi dan komunikasi, kondisi sosial politik dan budaya, kesadaran praktik syariah dan lain sebagainya.
Perhimpunan BMT Indonesia yang disebut juga sebagai BMT Center merupakan asosiasi yang paling serius mengembangkan diri sejak didirikan padatanggal 14 Juni 2005.Ada 142 BMT yang menjadi anggotanya sampai dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera dan Aceh. Bisa dikatakan, hampir semua yang termasuk besar menurut ukuran BMT bergabung dalam BMT Center. Namun, syarat dan kriteria yang utama dalam penerimaan keanggotaan BMT center adalah kesehatan operasional dan kelembagaannya, serta komitmen untuk mengembangkan gerakan BMT secara nasional.
Sampai dengan Desember 2005, ketika BMT center masih beranggotakan 96 BMT, total asset para anggota adalah sekitar Rp 364 milyar. Dengan adanya pertumbuhan selama tahun berjalan dan penambahan beberapa anggota baru, maka sampai dengan akhir tahun 2006, aset total adalah sekitar Rp 458 miliar. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 695 miliar pada akhir tahun 2007, hampir mencapai Rp 1 trilyun pada akhir tahun 2008, dan sekitar Rp 1,6 trilyun pada akhir 2009. Nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total BMT yang mencapai lebih dari Rp 3 trilyun.
BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Sementara itu, perkembangan pembiayaan yang diberikan pun terbilang spektakuler. Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya mendekati atau lebih dari 100%, menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya. Tak jarang, BMT memerlukan tambahan dana dari sumber lain, seperti perbankan syariah.
Jati diri BMT yang paling pokok adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami. Konsekwensi logis dari semua itu, BMT harus bertanggungjawab untuk istiqamah terhadap citra diri yang demikian. Tidak saja kepada stakeholder yang bersifat sosiologis, melainkan juga bertanggung jawab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Aspek jati diri lainnya adalah sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjadi motor penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil (UMK). Dengan fokus penyaluran kepada sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan fundamental ekonomi Indonesia. Keuangan mikro (microfinance) pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional.
Perkembangan BMT yang pesat diiringi pula oleh semakin besarnya tantangan yang dihadapi. Tantangan internal terpenting diantaranya adalah: soal kepatuhan syariah (syariah compliance), soal mempertahankan idealisme gerakan, soal profesionalisme pengelolaan, soal pengembangan sumber daya insani, dan soal kerjasama antar BMT. Sementara itu, tantangan eksternal yang utama adalah: dinamika makroekonomi, masalah kemiskinan yang masih menghantui perekonomian Indonesia, dinamika sektor keuangan yang belum menempatkan keuangan mikro sebagai pilar utama, serta masalah legalitas dan regulasi untuk BMT.
Musyawarah nasional BMT Center April 2010 menetapkan suatu cetak biru yang dinamakan “Haluan BMT 2020” dengan tujuan mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi oleh gerakan BMT pada sepuluh tahun mendatang. Haluan memuat penjelasan tentang jati diri BMT, semacam identitas dan citra diri yang melandasi operasi BMT serta menginspirasi para pegiatnya. Haluan juga mengetengahkan sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas, sehingga para stakeholder dalam kegiatan pengembangan usaha BMT dapat memiliki pedoman untuk menyelaraskan aktivitasnya.
BMT Center menyelenggarakan pula beberapa kegiatan penting untuk mulai merealisasikan Haluan itu, salah satu diantaranya adalah “BMT SUMMIT dan TOP MANAGEMENT BMT WORKSHOP” pada tanggal 22-24 Oktober 2010. Acara tersebut antara lain diharapkan: memperkuat konsolidasi antar BMT, mempertegas jati diri, memperkaya wawasan para top manajer, serta memperluas komunikasi kepada pihak lain.
Acara yang akan diikuti oleh sekitar 150 manajer puncak BMT dari berbagai wilayah di Indonesia itu terdiri dari dua bagian. Pertama, berupa forum musyawarah (summit) yang melanjutkan pembahasan beberapa tema utama yang telah diputuskan di Munas serta evaluasi perkembangan mutakhir dari gerakan BMT. Kedua, berupa pelatihan (workshop) untuk para manajer puncak BMT. Diharapkan pula terjadi komunikasi yang optimal dengan para narasumber secara timbal balik sehingga berfungsi pula sebagai media publikasi gerakan BMTke pihak lain.

KEADAAN PEMASARAN USAHA SYARIAH

Ekonomi Syariah memperkenalkan konsep bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan. Hal tersebut antara lain karena : Pertama, hal yang dipersetujukan adalah pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan prosentasi yang disepakati. Ini menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama terhadap kemungkinan hasil dari usaha.

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Dalam pemasaran syariah yakni dikenal 2 pembagian pasar yaitu pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional. Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.


Gambaran profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan:

(1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa);
(2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq),
(3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil)
(4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat),
(5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif),
(6) Jujur dan terpercaya (al-amanah),
(7) Tidak suka berburuk sangka (su’uzhzhann),
(8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah),
(9) Tidak melakukan sogok (risywah),
.
Strategi Pemasaran merupakan suatu alat/teknik untuk mencapai tujuan bagi sebuah perusahaan yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti:
- social,
-budaya, politik,
-ekonomi,
-dan manajerial.
Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut maka masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas.
Di dalam pemasaran kita mengenal beberapa konsep dasar seperti konsep 4P (Product, Price, Promotion, Place)
dan juga ada yang diberi nama dengan pendekatan STP (Segmentasi, Target, dan Posisi).
Untuk sebuah perusahaan yang menginginkan kemajuan terhadap usahanya perlu menerapkan strategi-strategi pemasaran, begitu pula dengan Bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang mempunyai kebutuhan pemasaran yang komplek, ini dapat dilihat dari produk-produk yang dimiliki, bagaimana sebuah bank dapat menarik minat nasabahnya untuk menyimpankan uangnya ke bank dan begitupula sebaliknya bank juga memasarkan produk pembiayaannya kepada nasabah, sehingga bisa kita lihat ada dua segmen produk yang harus dipasarkan bank kepada nasabah.

Kondisi hari ini, strategi pemasaran sudah masuk ke ranah yang lebih luas dari pada penerapan teknik pemasaran klasik. Saat ini banyak pemasar yang mulai merubah paradigmanya kepada teknik-teknik pemasaran yang lebih mengeksploitasi dan berkiblat kepada unsur kreatifitas personal. Setiap individu tenaga marketing mempunyai teknik yang berbeda dengan pemasar yang lain, mereka diharuskan memiliki inovasi sendiri untuk bertarung dengan pemasar lain.
Ada pemasar yang memanfaatkan jaringan sosialnya untuk dijadikan segmen pasar, ada yang memanfaatkan ketokohan keluarganya, malahan ada pemasar yang melakukan hal-hal yang menyerempet ke perbuatan negatif guna mencapai target yang diberikan oleh perusahaan.
Sedikit gambaran tentang pola dan strategi yang bisa dilakukan melalui jaringan masjid. Masjid/Mushalla merupakan tempat ibadah umat islam yang utama, pada zaman Rasulullah Masjid juga dimanfaatkan sebagai pusat perekonomian, pusat pemerintahan dan juga pendidikan. Pada saat ini ada beberapa pergeseran pemanfaatanyang terjadi, Masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan baca tulis Al-Qur’an apalagi di kota-kota besar.
Apa yang bisa kita pasarkan di Masjid…?, itu pertanyaan yang sangat mendasar jika kita berbicara mengenai pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid .
Pada beberapa Pasar besar di daerah-daerah, seperti Pasar Raya Padang, terdapat beberapa buah Masjid yang biasanya dijadikan tempat ibadah bagi para pelaku pasar. Kalau kita berbicara mengenai produk Bank Syariah, nasabah yang menjadi target awal adalah para calon nasabah yang memiliki kedekatan pengetahuan terhadap islam, segmen ini bisa kita dapatkan di Masjid/Mushalla terutama pada jam-jam sholat seperti sholat Zuhur dan Ashar. Kita ambil contoh Masjid Taqwa dan Masjid Muttatahirin Rawang, setiap jam sholat jama’ahnya selalu di dominasi oleh para pengusaha-pengusaha di Pasar Raya Padang. Disinilah peluang pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid bisa kita jalankan. Setelah selesai sholat, biasanya jama’ah bersantai sejenak sambil diskusi-diskusi lepas antar sesama pengusaha, disinilah momen yang harus dimanfaatkan oleh tenaga pemasar, dengan konsep produk syariah yang dimiliki dan sedikit pemahaman tentang usaha, lobi-lobi jualan produk syariah baik produk dana maupun produk pembiayaan bisa digencarkan. Dari sekian banyak pengusaha, kita asumsikan akan ada beberapa nasabah yang bisa tergaet dengan teknik ini, karena biasanya sehabis sholat pikiran dan pembawaan jama’ah lebih fresh dari pada kondisi saat mereka di Pasar. Dan biasanya, jika salah satu pengusaha bisa kita jadikan nasabah maka di asumsikan akan ada beberapa orang lain yang akan mengikuti nasabah tersebut, karena disinilah keunggulan jejaring nasabah yang beraktifitas di masjid.
Sehingga nasabah-nasabah yang biasa dipanggil Pak Haji yang banyak berada di pasar-pasar benar-benar mempercayakan usahanya kepada Bank syariah yang cocok dengan gelar yang diterimanya setelah menjalankan ibadah suci tersebut.
Tenaga pemasar padaa Bank Syariah sudah saatnya merubah paradigma jualannya yang selama ini door to door ke tempat usaha nasabah dengan mendatangi setiap masjid/mushalla yang notabene memiliki segmentasi pasar nasabah yang cocok dengan karakteristik produk yang dijual.
Untuk lebih memaksimalkan strategi pemasaran produk, tidak ada salahnya seorang pemasar Bank Syariah juga memiliki kemampuan menjadi ustadz/buya yang memberikan siraman rohani di berbagai kesempatan. Tentunya dengan materi dakwah yang tetap menyangkut kepada nilai-nilai ekonomi syariah yang dihembuskan oleh perbankan syariah, karena saat ini hanya segelintir pendakwah yang mau dan mampu menyampaikan konsep keuangan syariah dengan benar dan tepat.
Dari beberapa kondisi diatas dapat kita simpulkan bahwa, sudah saatnya pemasaran produk bank syariah di arahkan kepada segmen pasar yang tepat yaitu kepada calon nasabah yang sering melakukan aktifitasnya di masjid/mushalla. Karena sampai saat ini, nasabah yang berproses pada Bank Syariah masih banyak di dominasi oleh nasabah-nasabah yang rasional (melihat perbedaan tarif yang ditawarkan) sehingga nasabah yang benar-benar target belum begitu terjamah.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.