LIPUTAN

Jumat, 29 Oktober 2010

Strategi Bisnis dan Kewirausahaan : Kiat Jitu memotivasi karyawan

Memotivasi karyawan merupakan isu yang kritikal dalam rangka mempertajam strategi bisnis dan kewirausahaan, mengingat begitu penting aspek SDM dalam mensukseskan bisnis di era sekarang.  Dr Gerald Graham, seorang Profesor bidang manajemen di Wichita State University telah berhasil mengadakan penelitian tentang motivasi 1500 karyawan, dan hasilnya dapat kita kembangkan untuk penguaatan strategi bisnis dan strategi pengembangan kewirausahaan, karena elemen dari penelitian itu masuk akal diterapkan di Indonesia.
Berikut kiat memotivasi karyawan, dengan 5 point kiat yang lahir dari penelitiannya, dan saya coba uraikan dengan cara pandang saya, dan silahkan diadaptasi untuk strategi bisnis dan aspek kewirausahaan di tempat anda:
1. Ucapan selamat kepada karyawan  secara personal
Selama ini terlalu sering mendengar bahwa perusahaan dan institusi memberikan penghargaan dan reward dalam forum yang formal dan akbar. Namun jika anda sebagai pemilik atau manajer sudahkan anda mengucapkan secara personal, sebagai bentuk komunikasi intens, ini penting karena dengan mengucapkan secara personal maka anda membangun hubungan komunikasi timbal balik yang ideal. Timbal balik? Dimananya?
Dengan mengucapkan secara personal, maka anda membangkitkan komunikasi spiritual dan emosional antara anda dengan karyawan tersebut secara personal untuk  saling menghargai.
2. Manajer menuliskan standar kinerja yang baik secara pribadi.
Anda sebagai manajer tidak mungkin menerka faktor dan penyebab keberhasilan bawahan. Sehingga tentu alangkah baiknya manajer mempunyai catatan pribadi tentang kinerja yang baik, maka ini sebagai usaha menjadi  manajer yang memulai prestasi dengan keseimbangan antara  standar dan penilaian kinerja secara obyektif. Nah secara organisatif anda bisa menjadikan catatan ini sebagai catatan yang tertutup untuk anda sendiri namun bisa juga bisa untuk kepentingan berkoordinasi dengan sesama jajaran dan atasan. Berawal dari catatan ini maka anda sebagai manajer akan dinilai konsisten dalam menilai bawahan, karena anda mampu menjaga stabilitas “cara menilai” dari waktu ke waktu, tidak tergantung mod dan hubungan yang khusus.
3. Perusahaan/Institusi/UKM mempromosikan dengan dasar keprestasian
Institusi bisnis tentu menginginkan adanya sebuah momentum untuk memacu karyawan lain dengan rangsangan dari  kesuksesan salah satu atau beberapa karyawan lain.  Nah dari sinilah ada sebuah momentum di mana prestasi menjadi tolak ukur yang obyektif, sehingga meminimalir disharmonisasi dan mispersepsi antar karyawan, karena budaya kasak kusuk jika tidak diimbangi oleh budaya obyektif dan transparansi maka dampak kasak-kusuk akan lebih mendominasi. Mempromosikan karyawan dalam hal ini adalah sebuah bentuk usaha pemacu ketauladanan  dan “social reward” selain mungkin bentuk reward-reward yang lain.
4. Manajer memperkenalkan staf berprestasi kepada staf lain
Upaya untuk memberikan contoh sikap perilaku berprestasi adalah memberikan waktu dan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk mengenal tentang sosok karyawan  yang berprestasi. Harapannya bahwa setiap hari setiap waktu atmosfer prestasi itu bisa ditularkan kepada yang lain setiap saat setiap waktu, karena karyawan secara umum bisa memjalin komunikasi dan diskusi dengan sang karyawan berprestasi.
5. Menciptakan even untuk merayakan kesuksesan bersama dan membangun moral
Ketika bagian marketing lebih merasa berjasa dalam kesuksesan bisnis daripada jasa unit yang lain maka ini akan menimbulkan kontroversi di dalam perusahaan, apalagi di lain pihak bagian produksidiam-diam  juga merasa berjasa karena target produksi selalu tercapai walau harus dengan lembur-lembur. Dari sinilah perlunya perusahaan untuk memberikan pandangan bahwa kesuksesan ini adalah milik bersama dari keberhasilan semua pihak, sehingga dari event ini memunculkan inspirasi moral  jika salah satu salah satu unit/bidang tidak sukses atau memenuh target, maka akan mempengaruhi secara teamwork.  Membangun moral dalam hal ini juga membudayakan bahwa bekerja tidak lah hanya mengabdi namun juga upaya untuk bekerja sepeti layaknya bekerjsa di perusahaan diri dalam aspek membangun moral berprestasinya, jangan sampai kehilangan sikap moral untuk memacu diri prestasi, karena  merasa bahwa unit yang dihuni adalah unit yang tidak penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan.
Selamat mengkaji aspek bisnis dan kewirausahaan, silahkan pilah yang cocok dan tidak bagi anda

Peran Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia

Trilogi pembangunan yaitu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang dinamis dan strategis yang kemudian juga dijadikan sebagai misi yang melekat pada masing-masing pelaku ekonomi, baik negara, swasta, maupun koperasi di dalam sistem ekonomi nasional yang kita bangun.
          Rumusan kedudukan, peranan, dan hubungan antara pelaku ekonomi dapat digambarkan sebagai berikut:
1) BUMN, koperasi, dan swasta hendaknya ditempatkan pada posisi dan kedudukan yang setara. Hal ini berarti, setiap pelaku ekonomi baik secara normatif maupun operasional memiliki hak hidup yang sama, sesuai dengan misi yang diembannya.
2) BUMN, koperasi, dan swasta hendaknya melakukan peranan masing-masing dengan memanfaatkan keunggulan komparatif (Comparative advantage) yang dimilikinya.Keunggulan koperasi  yang dimaksud di sini ialah bahwa masing-masing pelaku ekonomi mempunyai suatu kelebihan di satu bidang jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya.
          Keunggulan komparatif tersebut dapat dilihat dari cita-cita organisasi masing-masing pelaku ekonomi tersebut. BUMN dimiliki dan dikelola oleh pemerintah. BUMN bukan merupakan suatu perusahaan yang mengejar keuntungan sebagai prioritas utama, akan tetapi merupakan alat pemerintah yang efektif dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dengan demikian, BUMN mengemban tugas melayani kepentingan umum untuk memenuhi hajat orang banyak.
          Berbeda dengan sektor swasta yang dimiliki dan dikelola secara perseorangan, keluarga, dan atau sekelompok kecil orang yang memiliki modal untuk mencapai tujuan memberi keuntungan yang semaksimal mungkin.
          Lain halnya sektor koperasi yang merupakan wadah ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, dimiliki dan dikelola oleh anggota untuk kepentingan anggota serta masyarakat secara kekeluargaan.

Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM)  dalam perekonomian  Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama  dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang  terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan  pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber  inovasi, serta (5)  sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa
mendatang.
Pemberdayaan KUMKM secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6% per tahun, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan KUMKM seharusnya diarahkan pada upaya meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, serta secara  sistimatis diarahkan pada upaya menumbuhkan wirausaha baru di sektor-sektor yang memiliki produktivitas tinggi  yang berbasis pengetahuan, teknologi dan
sumberdaya lokal.

Rabu, 27 Oktober 2010

Strategi Memasarkan Produk

Pemasaran adalah strategi atau cara bagaimana melakukan berbagai aktifitas agar terjadi pertukaran (exchange) antara produsen dengan konsumen. Dalam hal pendidikan, pemasaran mengatur strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan produk atau jasa perusahaan.

Untuk bisa memasarkan produk dengan baik, harus dimulai dari visi, misi, dan tujuan yang jelas perusahaan ingin diarahkan ke mana. Visi, misi dan tujuan ini biasanya harus dimulai dari manajemen, yang kemudian ditransfer kepada karyawan.
Selanjutnya, perusahaan juga harus menganalisis berbagai faktor eksternal yang mungkin berpengaruh dengan lembaganya. Faktor-faktor eksternal tersebut yang pertama adalah Lingkungan Makro. Lingkungan makro di sini terdiri dari sisi perkembangan penduduk dengan segala sifat dan karakternya. Faktor lain dari lingkungan makro adalah teknologi, di mana kita juga harus melihat berbagai perkembangan teknologi yang mungkin bisa diterapkan di perusahaan kita.

Faktor berikutnya dari lingkungan makro adalah aturan Pemerintah. Di Indonesia termasuk unik, karena aturan pemerintah sering berubah dengan perubahan menteri. Karena itu, antisipasi berbagai aturan ini diperlukan agar perusahaan bisa fleksible dalam mengadaptasi berbagai perubahan aturan.
Setelah lingkungan makro, lingkungan eksternal lain yang perlu diperhatikan adalah peta industri dan persaingan. Perusahaan perlu memetakan siapa pesaing-pesaing mereka, baik yang berpotensi untuk bersaing langsung maupun tidak langsung. Pemetaan kondisi ini akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan pesaing kita, sekaligus melihat aspek mana yang bisa dijadikan sebagai keunggulan bersaing.
Setelah melihat kondisi persaingan, perusahaan perlu memahami konsumen atau pelanggan. Pemahaman tentang konsumen, nilai-nilai yang mereka anut, dan nilai tambah seperti apa yang diinginkan mereka akan sangat membantu perusahaan dalam mendisain produk dan jasa yang dibutuhkan.

Untuk bisa memberikan nilai tambah, perusahaan harus terlebih dahulu mengetahui selera dan kebutuhan konsumen secara baik. Biasanya dilakukan survey ataupun wawancara dengan calon-calon konsumen mengenai apa harapan dan keinginan mereka tentang perusahaan.
Perusahaan biasanya kesulitan untuk menentukan apakah perusahaannya diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah atas atau untuk menengah bawah. Perusahaan sejak awal harus menentukan lembaganya diarahkan untuk kelas mana.

Dengan menentukan target market yang dituju, perusahaan bisa memberikan satu nilai tambah yang menjadi pembeda dibandingkan dengan para pesaingnya. Nilai tambah inilah yang disebut sebagai differensiasi. Dengan differensiasi yang kuat, bisa menjadi senjata dalam menghadapi berbagai persaingan.

Setelah peta kondisi eksternal sudah didapatkan, perusahaan tinggal memikirkan kondisi internal strategi apa yang akan dilakukan untuk mengelola perusahaan. Pola pengelolaan strategi internal ini, dalam ilmu pemasaran sering disebut sebagai strategi 4 P yaitu mengelola produk, harga, saluran distribusi dan promosi (product, price, place of distrbution, promotion).
Produk-produk perusahaan bisa dibagi menjadi dua bagian; yaitu produk utama dan produk pendukung. Produk utama adalah kegiatan belajar mengajar dengan segala prosesnya. Karena bukan barang jadi, proses kegiatan belajar mengajar adalah produk utama yang melibatkan emosi dan perasaan dari peserta didik sebagai konsumen. Karena itu, agar produk utama ini baik harus diciptakan pengalaman belajar mengajar yang menyenangkan.
Perusahaan harus menentukan produk apa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Survey kebutuhan pelanggan perlu dilakukan agar produk yang diberikan sesuai dengan pilihan mereka.

Setelah menentukan produk apa yang ingin ditawarkan, selanjutnya adalah menentukan berapa harga yang harus dibayar oleh konsumen. Prinsip utama dalam menentukan harga adalah menghitung keseluruhan biaya yang diperlukan. Dari situ, tinggal ditambahkan berapa persen laba yang ingin diperoleh untuk kepentingan pengembangan dan penghitungan berapa tahun akan balik modal.

Dalam hal distribusi, perlu juga dipikirkan bagaimana produk yang kita buat akan sampai kepada konsumen. Perlu dipikirkan apakah produk kita jual secara langsung atau dipercayakan kepada distributor dan agen untuk penyebarannya. Yang penting adalah bagaimana produk tersebut bisa sampai ke tangan konsumen.

Salah satu faktor yang penting dalam pemasaran sebagai P yang terakhir dari 4P yaitu promosi. Promosi adalah usaha-usaha sadar untuk melakukan sosialisasi, penerangan, dan pemberitahuan kepada masyarakat tentang berbagai informasi, yang biasanya mengenai berbagai produk yang ditawarkan. Aktivitas promosi melibatkan berbagai bentuk dan variasi yang sangat beragam. Tinggal bagaimana para pengelola melakukan berbagai promosi kreatif sesuai dengan kebutuhan dan anggaran promosi yang disediakan.

Bentuk promosi yang paling tradisional adalah iklan. Iklan adalah pemasangan informasi produk di berbagai media dan penerbitan mulai dari koran, majalah, tabloid, televisi, dan juga radio. Iklan memang efektif menjangkau khalayak yang luas, tetapi dari sisi biaya memang membutuhkan anggaran yang besar. Jika terasa bahwa biaya iklan di media massa cukup besar, bisa dicoba bentuk lain yaitu dengan brosur, leaflet, dan juga spanduk yang dipasang di sekitar wilayah di mana konsumen berada. Dengan demikian, informasi lengkap tetap bisa didapatkan oleh target konsumen kita.

Cara lain yang efektif adalah melalui promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) di mana satu orang memberikan penjelasan kepada orang lain karena merasa mendapatkan manfaat yang baik dari produk atau jasa yang digunakan. Promosi ini sangat efektif karena biasanya orang lebih percaya kepada apa yang dikatakan oleh saudara ataupun teman-teman yang sudah merasakan terlebih dahulu.

Pada akhirnya, aktifitas promosi apapun dalam perusahaan tidak bisa berjalan efektif jika secara internal tidak memperhatikan faktor kualitas sebuah perusahaan. Dengan kualitas produk yang baik, ditambahkan komunikasi yang mengena, maka aktifitas perusahaan bisa berjalan dengan baik.

MENGURAI POLEMIK KREDIT USAHA RAKYAT

Secara berurutan, harian Kompas (6 dan 7 Juni) memuat polemik tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di mana para calon nasabah KUR mengeluh karena masih diminta agunan tambahan senilai 30 persen dari nilai kredit. Padahal sesuai kesepakatan antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, dan perbankan dijelaskan bahwa nasabah KUR tidak perlu memberikan agunan tambahan. KUR adalah kredit sampai dengan Rp.500 juta yang diberikan oleh beberapa bank yang didukung dengan penjaminan kredit dari PT. Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo) dan PT. Sarana Pengembangan Usaha (SPU) sebesar 70 persen dari nilai kredit, khusus untuk UMKMK (Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi) yang feasible namun belum bankable.
Jika ditelaah lebih lanjut, timbulnya polemik penyediaan nilai agunan sebesar 30 persen dari nilai kredit sebenarnya disebabkan adanya benturan kepentingan yang berbeda antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, perbankan, dan debitor. Dari sisi pemerintah, tentu saja penyaluran KUR sebanyak mungkin adalah indikator kunci keberhasilan pemerintah. Dari sisi perusahan penjaminan kredit, selain penyaluran KUR yang maksimum yang akan dapat memberikan penerimaan premi penjaminan semakin besar, juga jumlah Non Perfroming Loan (NPL) yang kecil (baca: klaim kredit macet kecil) merupakan indikator kesuksesan program penjaminan. Bagi perbankan, penyaluran KUR yang besar dengan NPL rendah merupakan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan dari sisi debitor, memperoleh kredit dengan mudah dan (kalau perlu) tanpa agunan adalah impian para UMKMK.
Permasalahannya, apakah program KUR ini telah dapat mempertemukan kepentingan yang berbeda tersebut. Pemerintah telah memberikan jaminan melalui perusahaan penjaminan 70 persen dengan harapan perbankan akan lebih berani menyalurkan pinjaman. Namun demikian, jika tujuan pemerintah hanya pada besarnya nilai penyaluran kredit, maka seharusnya nilai penjaminan tidak hanya 70 persen namun 100 persen, sehingga tidak ada alasan lagi bagi perbankan untuk menolak permintaan kredit yang diajukan oleh UMKMK walaupun tanpa adanya agunan tambahan. Jika ini yang dilakukan pemerintah maka UMKMK dan perbankan akan sangat diuntungkan, namun hal ini akan menimbulkan moral hazard bagi mereka. Bagi perbankan, karena tidak ada risiko maka mereka akan dengan mudah untuk memberikan kredit tanpa adanya pertimbangan yang matang. Sedangkan bagi debitor, karena tidak ada agunan yang diserahkan kepada bank, maka tidak ada risiko jika mereka tidak membayar kewajiban kepada bank. Kalau ini terjadi maka yang akan menderita kerugian adalah perusahan penjaminan karena mereka akan menanggung risiko klaim yang tinggi. Kondisi semacam ini pernah terjadi di era tahun 90-an yang akhirnya menimbulkan kredit macet yang sangat besar di perbankan.
Rasio penjaminan kredit sebesar 70% adalah jalan tengah untuk menyatukan kepentingan semua pihak. Namun demikian, dengan risiko yang ditanggung perbankan masih sebesar 30%, bank wajib untuk memitigasinya. Salah satu cara mitigasi risiko adalah dengan meminta agunan tambahan sebesar 30% dari nilai kredit, khususnya untuk KUR yang mendekati nilai Rp.500 juta. Agunan tambahan ini bukan dimaksudkan untuk mempersulit proses kredit, namun semata-mata untuk menemukan jalan keluar bagi bank agar tetap dapat membiayai UMKMK. Apabila menurut analisis, ternyata bank belum yakin dengan kemampuan dan keseriusan debitor un

Panduan Wirausaha Roti Modern

Panduan Membuat & Menjual Aneka Mi

Selasa, 26 Oktober 2010

MANAJEMEN KREDIT MACET

LATAR BELAKANG MASALAH
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.” Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
PEMBATASAN MASALAH
Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kurang lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M). dari ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang menyangkut kredit macet.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Pengertian kredit bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank. Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional. Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
4. Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara (Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi reschedulling, reconditioning.
Mencegah terjadinya kredit macet
Untuk mencegah terjadinya kredit macet pihak bank harus melakukan analisis sebagai berikut kepada calon krediturnya. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan kerangka 5C, 3R dan analisis Rasio.
a. Kerangka 5C
· Character
Pihak bank harus mengenali sifat dan watak calon kreditur. Apakah ia mau memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit? Hal ini penting untuk diketahui, karena dapat memengerahui keputusan untuk dapat memberikan kredit atau tidak. Pihak bank harus memahami karakter calon kreditur menyangkut apakah kreditur seseorang yang dapat dipercaya.
Pihak bank dapat mengetahui dengan melihat latar belakang calon kreditur baik itu pekerjaan, sifat pribadi, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.
· Capacity
Pihak bank harus mengukur kemampuan nasabah untuk melunasi kewajiban hutangnya, melalui pengelolaan perusahaannya secara efektif dan efisien. Jika nasabah dapat menegelola perusahaannya dengan baik, maka perusahaan bisa memperoleh keuntungan dan memungkinkan untuk dapat mengembalikan pinjaman. Capacity dapat dilihat dari data-data masa lalu (track record) perusahaan.
· Capital
Pihak bank dapat melihat kondisi keuangan nasabah melalui analisis keuangan, seperti analisis rasio. Pihak bank sebaiknya melihat komposisi hutang dan modal sendiri. Jika hutang terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan juga akan semaikn besar.
Selain itu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan dengan pengukuran atas rasio-rasio keuangan. Analisis capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan (Capital Structure).
· Collateral
Collateral adalah aset yang dijaminkan untuk suatu pinjaman. Jika karena sesuatu hal, pinjaman tidak bisa dikembalikan, maka pihak bank berhak untuk meminta jaminan tersebut.
· Conditions
Pihak bank sebaiknya mempertimbangkan kondisi perekonomian, sosial, dan politik yang dapat memengaruhi kemampuan nasabah untuk mengembalikan pinjaman. Jika kondisi perekonomian memburuk, maka kemungkinan nasabah mengalami kesulitan keuangan dapat semakin tinggi, yang membuat kemampuan perusahaan mengalami kesulitan melunasi pinjaman.
b. Kerangka 3R :

1. Returns
Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai.
2. Repayment capacity
Pihak bank harus dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo.
3. Risk-bearing ability
Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan.
KESIMPULAN
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat menyababkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah benar-benar terjadi.

Pembiayaan UKM, Bermasalah Sejak Definisi


INILAH nasib usaha kecil-menengah (UKM) di Indonesia. Bukan hanya di tingkat kebijakan maupun implementasinya yang rancu. Bahkan, sejak definisi pun sebenarnya sudah bermasalah. Berbagai kementerian yang ada mendefinisikan UKM secara berbeda. Begitu juga kalangan perbankan. Padahal, ada 17 lembaga yang mengurusi UKM. Dari segi jumlah, seharusnya UKM tumbuh menjadi lembaga bisnis yang superhebat. Akan tetapi, persoalannya menjadi lain, ketika kita menyaksikan kenyataannya. Hanya retorika politik. Boleh jadi, karena definisi yang berbeda-beda itu pula-termasuk di kalangan perbankan-seorang guru besar asal Jepang, Prof Urata, dalam rekomendasinya kepada pemerintah menyarankan untuk menggunakan suatu definisi UKM. Usulan yang ada saat ini, didasarkan pada kriteria jumlah tenaga kerja dan omzet penjualan, yaitu usaha mikro: 1-9 pekerja,; usaha kecil: 10-50 pekerja dan omzet sampai Rp 3 milyar; usaha menengah: 51-250 pekerja dan omzet sampai Rp 15 milyar. Usulan definisi tersebut tidak memasukkan aset sebagai kriteria karena masalah praktis dalam soal penafsirannya. Bila kriteria itu diterapkan di Indonesia, maka yang terbanyak adalah kelompok usaha mikro. Usaha kecil dan menengah, tinggal sedikit. Tidak soal. Sebab, kita memerlukan suatu standar, agar ketika orang berbicara UKM, maka persepsi yang ada cuma satu. Dengan begitu, apa pun arah pembicaraan soal UKM, akan menjadi fokus ke satu arah. Tidak lagi bergulir dan menggelinding ke mana-mana, sesuai keinginan dan kepentingan pihak yang berbicara. ***KALANGAN bank di Indonesia memang belum mempunyai pemahaman yang sama mengenai pinjaman kepada UKM. Banyak bank tidak membedakan antara perusahaan dan pengusaha. Misalnya, BRI, Kredit Kupedes hingga Rp 50 juta adalah kredit mikro kepada pengusaha kecil sebagai bagian dari portofolio UKM. Bank lain mendefinisikan kredit dari Rp 100 juta hingga Rp 200 juta sebagai kredit konsumtif, atau dari Rp 100 juta hingga Rp 5 milyar sebagai kredit ritel. Bank Mandiri mendefinisikan kredit sampai Rp 25 milyar sebagai pinjaman usaha menengah. Bank Indonesia (BI) mendefinisikan Kredit Usaha Kecil (KUK) sebagai semua pinjaman dengan nilai maksimum Rp 500 juta, termasuk kredit mikro, kredit perumahan, dan kredit konsumsi. Tidak termasuk dalam KUK adalah pinjaman yang disalurkan kepada perusahaan yang memiliki aset produktif lebih besar dari Rp 200 juta dan omzet lebih besar dari Rp 1 milyar per tahun. Definisi BI menimbulkan kebingungan dan salah pengertian di kalangan pengambil keputusan, karena rumusan BI tersebut tidak sesuai dengan definisi yang dipakai di kalangan perbankan dan juga tidak cukup mencerminkan kebutuhan pendanaan UKM. Karena itu, Tim Teknis ADB-TA mengusulkan definisi yang cukup menggambarkan karakteristik dan kebutuhan pendanaan perusahaan skala kecil dan menengah, (lihat tabel). Terlepas dari "perselisihan" kriteria kredit itu, cukup menarik pernyataan-pernyataan kalangan perbankan belakangan ini sepanjang tahun ini. Bank dari segala ukuran, ke depan akan mengucurkan kreditnya kepada UKM. Secara keseluruhan, penawaran kredit bank kepada UKM diperkirakan dengan mudah akan meningkat 100 persen hingga tahun 2003. Alasan utama perubahan orientasi ini adalah pengalaman buruk masa lalu dalam kredit kepada perusahaan besar, dan situasi ekonomi yang masih rapuh dan merosotnya permintaan kredit dari perusahaan besar. Angka BI mengenai KUK menurut paper policy ADB-TA, akan menyesatkan untuk mengukur potensi pasar UKM. Meskipun terdapat sekitar 7,7 juta rekening KUK, hanya 17.000 (atau lebih kurang 0,3 persen) pinjaman KUK dengan nilai lebih besar dari Rp 200 juta. Sekitar tiga juta rekening KUK adalah pinjaman kredit mikro BRI, dan sebagian besar sisanya adalah kredit untuk perumahan dan kredit pertanian skala kecil. Sebaliknya, batas atas masing-masing kategori kredit itu, berbeda jauh di antara batas kategori kredit perusahaan kecil yang didefinisikan tim bantuan teknis ADB dan banyak bank komersial. Berdasarkan dana Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 40 juta perusahaan skala mikro, kecil dan menengah, termasuk dalamnya petani dan pengusaha yang bekerja sendiri. Jumlah pemberi kerja jauh lebih kecil. Yang tercatat hanya sekitar 640.000 perusahaan kecil (5-19 pekerja) dan sekitar 70.000 perusahaan menengah (20-99 pekerja). Kalangan perbankan memperkirakan terdapat sekitar satu juta UKM yang berpotensi untuk memperoleh kredit dari bank, termasuk perusahaan mikro yang menjual eceran. Saat ini, hanya sekitar 50 persen (500.000) yang memperoleh kredit dari bank, kebanyakan pinjamannya kecil. Survei tim bantuan teknis ADB menemukan bahwa hanya 21 persen dari perusahaan kecil di luar Jakarta memperoleh pinjaman bank, tetapi hampir 50 persen menyatakan membutuhkan kredit bank. Dengan asumsi 50 persen dari mereka yang menyatakan butuh kredit itu (artinya 25 persen dari total) memenuhi syarat, hasil survei ini sangat dekat dengan pengamatan kalangan bank bahwa jumlah yang sudah mendapat kredit dari bank hanyalah separuh dari jumlah total UKM yang berpotensi untuk mendapatkan kredit. Diperkirakan, mayoritas dari 500.000 UKM yang potensial sebagai peminjam itu adalah perusahaan mikro. Jika dari jumlah itu, 450.000 perusahaan akan meminjam rata-rata Rp 50 juta dan 50.000 sisanya rata-rata Rp 300 juta, maka diperkirakan kemungkinan ekspansi kredit kepada UKM dapat mencapai
Rp 37,5 trilyun. Jika dibandingkan dengan adanya dana sebesar Rp 154 trilyun yang tersimpan dalam rekening tabungan dan Rp 80 trilyun tersimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, maka pada prinsipnya terdapat cukup dana di dalam negeri untuk melakukan ekspansi kredit kepada UKM. Bagaimana mungkin banyak UKM tidak dapat memperoleh kredit sesuai yang dibutuhkan? UKM, terutama yang berada di kota-kota besar, memiliki banyak sekali pilihan untuk meningkatkan investasi dan modal kerja dengan sumber dana dari pihak ketiga. Menurut penelitian ADB-TA, sepertiga dari perusahaan didanai bersama oleh para pemasok barang, namun tidak menuntut pembayaran tunai segera. Sekitar 28 persen dari responden mendapat dukungan keuangan dari anggota keluarga (sepertiga dari mereka menerima bantuan sebagai saham, dan dua pertiganya sebagai pinjaman) atau rekan-rekan. Dengan pangsa 20 persen, kredit bank hanya menduduki tempat ketiga. Sejumlah empat persen dari UKM telah mempunyai peralatan yang disewa-beli. Hampir sepertiga dari jumlah responden menyatakan membutuhkan pinjaman dari bank, namun belum pernah mengajukannya. Sejumlah 43 persen dari UKM menyatakan bahwa mereka membutuhkan kredit, namun 70 persen dari mereka (30 persen dari total) belum mengajukan permohonan kredit. Sebagian besar dari mereka yang tidak berpikir mencari kredit bank, khawatir perusahaan mereka dianggap tidak layak untuk memperoleh kredit (35 persen). Kurangnya informasi, tampaknya juga merupakan permasalahan. Alasan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diajukan hanya oleh 17 responden. Permintaan kredit dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kredit, sangat bervariasi di antara sektor-sektor. Permintaan kredit tertinggi terdapat pada perusahaan manufaktur. Hanya 27 persen dari perusahaan manufaktur yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak membutuhkan kredit, separuhnya disebabkan suku bunga yang terlalu tinggi. Dengan pangsa 41 persen, perusahaan manufaktur menjadi bagian terbesar dari UKM yang membutuhkan kredit, namun tidak mengajukan permohonan kredit. Berdasarkan perkiraan kasar, separuh dari mereka yang tidak mengajukan permohonan kredit menyatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup agunan kredit atau merasa perusahaan mereka tidak layak. Hanya sekitar sembilan persen dari UKM manufaktur merasa modal mereka cukup memadai. ***DI sisi lain, sebagian besar bank sangat berminat mendanai UKM, karena UKM merupakan satu-satunya sektor yang tumbuh secara signifikan dalam bisnis mereka. Namun, banyak bank menghadapi paling tidak satu dari tiga masalah internal yang utama: (i) ketersediaan dana; sebagian bank mengalami kesulitan untuk memenuhi kecukupan modal, (ii) masalah-masalah organisasi, misalnya bank tidak berpengalaman atau tidak cukup siap memberikan pinjaman bagi UKM, (iii) berasumsi bahwa UKM adalah nasabah berisiko tinggi dan sulit diakses. Kenyatannya, banyak UKM yang dokumentasinya lemah dan sering kali tidak mampu memenuhi persyaratan agunan kredit. Strategi berikut, disarankan untuk meningkatkan penyaluran kredit berdasarkan prinsip pasar: Membentuk biro informasi kredit. Ini untuk memperbaiki dokumentasi mengenai sejarah kredit bagi peminjam yang baru pertama kali memperoleh kredit, mempercepat proses, dan mengurangi biaya-biaya penilaian (transaksi) kredit. Studi awal yang dilakukan tim bantuan teknis ADB, berkesimpulan bahwa sistem informasi kredit memang layak dan dapat dilakukan. Banyak bank tertarik untuk memperkenalkan sistem seperti itu, dan pemerintah diharapkan mengundang para pihak utama (asosiasi-asosiasi bank, Bank Indonesia, lembaga keuangan lainnya), untuk membahas pembentukan suatu panitia pengarah. Pengenalan sistem skoring kredit untuk sebagian besar permohonan kredit yang berasal dari pengusaha kecil, sehingga dapat mempercepat keputusan kredit dan mengurangi biaya transaksi. Umumnya, sistem informasi kredit juga memberikan layanan skoring kredit. Asuransi kredit, biasanya untuk menutupi kekurangan agunan kredit. Ini dapat dipandang sebagai solusi di masa yang akan datang, kalau sistem hukum memungkinkan likuidasi agunan kredit dengan mudah dan cepat. Program-program yang ada saat ini yang bertujuan memudahkan masalah agunan kredit dengan memproses sertifikat tanah yang cepat bagi UKM yang mengajukan permohonan kredit, harus diintensifkan. Bank Indonesia seyogianya meninjau kembali persyaratan agunan kredit untuk kredit kecil dan menengah hingga Rp 1 milyar atau 2 milyar. Sebagai contoh, asuransi kredit harus dapat dikurangkan dari ketentuan cadangan kredit macet, dan penilaian ulang atas tanah sebagai agunan kredit seyogianya dilakukan lebih jarang. Sering kali UKM mempunyai agunan fisik yang tidak mencukupi. Akan tetapi, bagaimanapun, UKM mempunyai "agunan sosial" yang besar. Kebanyakan pemilik UKM akan melakukan segala upaya menghindarkan perusahaannya dari kebangkrutan, karena masa depan dan status sosialnya di masyarakatnya terikat erat dengan kelangsungan hidup perusahaan itu. Risiko dalam penyaluran kredit kepada UKM memang ada. Namun, tidak harus lebih dibandingkan risiko kredit lainnya. Pelajaran berharga yang dapat diperoleh dari krisis keuangan di Asia dan Rusia. Dalam kondisi politik dan lingkungan ekonomi tidak stabil yang bercirikan tingginya korupsi dan nepotisme, risiko kredit UKM jauh lebih kecil dibandingkan risiko kredit kepada perusahaan besar. Portofolio kredit UKM beraneka ragam dalam berbagai sektor dan kurang sensitif terhadap guncangan dari luar, dibandingkan dengan portofolio kredit perusahaan besar. Meskipun secara individual kredit UKM mungkin saja menanggung risiko besar, namun jauh lebih kecil dibandingkan dengan risiko memberikan kredit kepada perusahaan yang menggantungkan kinerjanya dari korupsi dan nepotisme. (dis)

Minggu, 24 Oktober 2010

Inovasi Kemitraan Perbankan Syariah untuk Pengentasan Kemiskinan

bank Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang menuntut solusi kesisteman yang komprehensif dari berbagai aspek dan melibatkan berbagai komponen dalam masyarakat. Salah satu program andalan pemerintah saat ini adalah PNPM Mandiri atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, yang dimulai pada tahun 2007. Dalam situsnya http://www.pnpm-mandiri.org, program tersebut merupakan program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup program ini cukup komprehensif, meliputi: (1) Penyediaan dan perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya, (2) Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro, (3) Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs dan (4) Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik.
Kemudian, bagaimanakah peran Perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan? Konsep dan beberapa produk Perbankan Syariah mempunyai potensi besar untuk mampu berkontribusi signifikan terhadap pengentasan kemiskinan. Beberapa konsep Perbankan Syariah yang sesuai, khususnya dalam kaitannya dengan microfinance antara lain: adanya pembagian keuntungan dan kerugian antara pemberi dana dan peminjam dana dari hasil kegiatan lembaga peminjam dan tidak diperbolehkannya “menghasilkan uang dari uang” akan mengurangi beban bunga kepada peminjam yang biasa ditemui pada kredit bank konvensional. Beberapa produk bank syariah yang berpotensi antara lain: Mudhorobah dan Murobahah. Mudhorobah adalah layanan untuk peminjam dana, di mana keuntungan dari hasil usaha akan dibagi, sedangkan resiko ditanggung penuh oleh bank, kecuali kerugian karena kelalaian atau kesalahan dari peminjam dana dalam mengelola usahanya, seperti penyelewengan atau penyalahgunaan. Sedangkan Murobaha adalah layanan leasing dengan sistem angsuran flat.
Dalam microfinance dengan dasar syariah, juga terdapat BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT adalah lembaga yang berfungsi ganda, menjalankan fungsi sosial, yaitu mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan dan fungsi ekonomi, yaitu kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
George Soros, pada tahun 2002, pernah menyatakan bahwa agar microfinance mampu menjadi faktor besar dalam perkembangan ekonomi dan politik, skala Islamic Microfinance Institutions harus secara signifikan meningkat. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. BMT bisa menjadi salah satu lembaga keuangan yang sangat sesuai untuk program pengentasan kemiskinan. Pertama, tidak ada beban bunga yang tinggi seperti bank konvensional pada umunya. Kedua, resikonya relatif lebih kecil, karena skala pinjaman dan adanya fungsi sosial dari lembaga tersebut. Ketiga, proses pinjaman yang sederhana. Hal ini bsia menjadi salah satu alternatif dalam menjawab salah satu hambatan program pengentasan kemiskinan di Indonesia menurut Bank Dunia, yaitu lemahnya lembaga layanan publik pemerintah yang erat dengan citra birokratis. Keempat, citra dari lembaga keuangan syariah dan lembaga dengan fungsi sosial yang melekat pada BMT akan lebih diterima masyarakat luas.
Potensi
Berbicara mengenai potensi, PNPM Mandiri mempunyai potensi besar. Dana PNPM untuk tahun 2010 dianggarkan sebesar 16 triliun rupiah. Organisasi pelaksana program ini sudah mencapai tingkat kecamatan, dengan adanya Penanggung jawab Operasional, Unit Pengelola Kegiatan dan Fasilitator di tingkat kecamatan. Program ini juga mendapat dukungan penuh dari Bank Dunia.
Potensi Perbankan Syariah di Indonesia saat ini terus meningkat. Pasar perbankan syariah di Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia dalam pangsa pasar di kawasan Asia Tenggara, menurut gulfnews.com. Menurut data ICN (Indonesian Commercial Newsletter), jumlah kantor bank syariah pada bulan Februari 2009 sebanyak 908 kantor ditambah channeling sebanyak 1.452 kantor. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga terus meningkat tajam, rata-rata 32,8% per tahun pada periode 2004 – 2008, atau melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada tahun 2003.
Potensi dari BMT juga tidak kalah menjanjikan. Dalam sebuah jurnal penelitian dari Teddy Lesmana, peneliti dari LIPI, pada tahun 2008 terdapat sekitar 3.100 BMT.
Inovasi Kemitraan
Potensi masing-masing dari PNPM yang mewakili pemerintah, perbankan syariah dan BMT memang menjanjikan. Tetapi bila dari ketiganya terdapat sinergi maka potensinya akan menjadi berlipat ganda. Hal ini sangat mungkin, karena kekuatan dari masing-masing pihak bisa menjadi komplemen dari kelemahan dari masing-masing pihak.
Misalnya seperti yang diungkapkan sebelumnya, BMT mampu menjadi komplemen dari hambatan birokratis lembaga pemerintahan. BMT yang biasanya mempunyai modal kecil dan masalah pada kompetensi dari sumber daya manusianya bisa dilengkapi dari besarnya modal dan tingkat kompetensi yang lebih tinggi dari Bank Syariah. Tingkat kompetensi sumber daya manusia ini akan sangat berpengaruh terhadap inovasi dari produk dan layanan yang bisa dikembangkan bagi masyarakat. Bank Syariah bisa menjalankan peran pembinaan dan mitra bagi BMT. Sehingga fokus Bank Syariah dan BMT diharapkan bukan pada persaingan tetapi pada kerjasama. Saat ini persaingan di antara keduanya makin terbuka karena produk Bank Syariah yang mulai masuk ke segmen yang secara tradisi menjadi sasaran dari BMT. Salah satu solusinya bisa dengan komitmen pembagian segmen pasar yang bisa didukung dengan kebijakan pemerintah.
Pemerintah melalui PNPM juga mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh Bank Syariah maupun BMT, yaitu kebijakan, regulasi, modal dan dukungan dari Bank Dunia. Salah satu kebijakan pemerintah yang akan sangat berpengaruh bagi perbankan syariah adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia. Bila suku bunga diturunkan, maka perbankan syariah yang tidak menganut konsep riba akan lebih kompetitif dibandingkan bank konvensional. Cakupan gerak PNPM yang lebih luas dengan dukungan organisasi yang lebih lengkap juga bisa menjadi pelengkap kekurangan Bank Syariah dan BMT. Cakupan dan organisasi akan sangat penting dalam meningkatkan awareness masyarakat, terutama masyarakat miskin akan program pemberdayaan masyarakat melalui microfinance yang saat ini dirasakan masih sangat kurang. Peran pemerintah juga diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga microfinance, termasuk Bank Syariah dan BMT.
Jadi, Perbankan Syariah akan sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan, tetapi tentunya harus dengan inovasi dalam layanan dan operasionalisasinya. Salah satunya adalah dengan membentuk kemitraan yang harmonis dengan pemerintah, dalam hal ini khususnya PNPM Mandiri, dan BMT. Sehingga diharapkan inovasi kemitraan ini akan bisa menjawab tantangan yang pernah diungkapkan George Soros. Tetapi bagaimanakah menurut Anda? Apakah kemitraan ini memang berpotensi besar atau akan sulit direalisasikan. .

Sabtu, 23 Oktober 2010

PERSYARATAN MENGAJUKAN KREDIT DI BANK

Sekarang, kita akan berbicara tentang bagaimana syarat-syarat mengajukan kredit di bank. Seperti layaknya saat akan membuka tabungan di bank, Anda akan diminta menyerahkan kopi identitas diri seperti KTP, SIM, atau paspor. Anda juga diminta mengisi formulir pembukaan tabungan yang berisi data­data pribadi diri Anda. Tujuannya agar Bank memiliki informasi yang benar, sehingga dapat mengidentifikasi diri Anda sebagai orang yang sah dan berhak melakukan transaksi dari rekening Anda.
Itu kalau Anda mau menabung di bank. Sekarang bagaimana jika Anda mau meminjam uang dari bank? Di sini, bank sebagai pihak yang meminjamkan dana disebut kreditur dan pihak yang meminjam dana dari bank disebut debitur.
Persyaratan mengajukan pinjaman di bank tidaklah serumit yang diperkirakan orang. Bahkan syaratnya sebetulnya cukup mudah. Namun tentunya, ada lebih banyak data yang harus dilengkapi daripada kalau Anda membuka tabungan. Hal ini wajar saja. Jangankan bank. Anda sendiripun tentunya akan berhati­hati dan tidak mau meminjamkan uang begitu saja kepada sembarang orang jika tidak yakin bahwa uang Anda akan kembali. Lain halnya kalau Anda memberikannya sebagai sumbangan atau hadiah.
Nah, untuk menilai apakah si calon debitur layak diberikan kredit, maka bank harus mendapatkan informasi yang benar dan akurat, seperti karakter si debitur, dana yang dimilikinya saat ini, pengaruh kondisi ekonomi saat ini terhadap penghasilan debitur, jaminan yang diajukan, dan masih banyak lagi.
Kurang lebih sama seperti Anda, bank pun dalam menerima proposal pengajuan kredit yang masuk melaksanakan prinsip kehatian-hatian dalam meminjamkan uangnya. Hal ini memang disyaratkan oleh undang­undang yang mengatur mengenai perbankan di Indonesia, bahkan di seluruh dunia.
Ingatlah bahwa dari setiap sen yang disalurkan lagi ke masyarakat oleh bank adalah milik masyarakat juga. Untuk tiap dana nasabah yang disimpan di bank, bank berjanji akan mengembalikannya kepada nasabah setiap saat berikut bunganya. Karena itu bank selalu melakukan berbagai macam analisa kredit untuk menilai kelayakan kredit yang akan diberikan kepada calon nasabahnya.
Siapa pun dapat mengajukan kredit ke bank asalkan memenuhi syarat. Pada umumnya, bank membagi debiturnya ke dalam dua golongan besar,yaitu debitur perorangan dan debitur perusahaan (sekali lagi, debitur adalah pihak yang meminjam uang dari bank).
Berikut ini adalah persyaratan yang diminta bank dari masing-masing golongan debiturnya.


DEBITUR PERORANGAN

Debitur perorangan terdiri dari berbagai macam latar belakang profesi. Bisa dokter, artis, pegawai negeri, perancang busana, arsitek, karyawan swasta, pedagang, dan lain sebagainya. Tiap­tiap profesi mempunyai ciri khasnya sendiri yang oleh bank dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu wirausahawan, karyawan, dan profesional.
Persyaratan yang diminta untuk masing ­ masing debitur perorangan tersebut pada umumnya adalah sama seperti :
  1. Kopi identitas diri (KTP , SIM, atau paspor)
  2. Kopi akte nikah (bagi yang sudah menikah) Bank meminta salinan akte nikah bagi debitur yang sudah menikah adalah untuk mengetahui apakah harta yang dijaminkan merupakan harta bersama suami-istri atau bukan, sehingga baik istri atau suami debitur dapat dimintai persetujuannya dan turut bertanggung jawab terhadap harta yang dijaminkan ke bank berikut sejumlah hutangnya.
  3. Kopi kartu keluarga. Sama seperti nomor 2 di atas dan juga untuk mengetahui apakah calon debitur juga menanggung biaya hidup oang lain selain dirinya sendiri.
  4. Kopi rekekening koran/rekening giro atau kopi buku tabungan di bank manapun antara 6 s/d 3 bulan terakhir. Data ini diperlukan Bank untuk melakukan analisa keuangan calon debiturnya, sehingga dapat diukur seberapa besar penghasilan debitur yang dapat disisihkan untuk membayar angsuran pinjaman tiap bulannya.
  5. Kopi slip gaji dan surat keterangan bekerja dari perusahaan. Syarat ini hanya diberlakukan untuk calon debitur yang bekerja di suatu perusahaan, pemerintah maupun swasta. Tujuannya untuk memastikan bahwa calon debitur memang bekerja di situ dan memiliki penghasilan tetap setiap bulannya.

DEBITUR BADAN USAHA/PERUSAHAAN
Debitur yang berbentuk perusahaan meliputi bentuk badan usaha seperti CV, PT, firma, dan lain-lain. Persyaratan yang diminta antara lain:
  1. Kopi identitas diri dari para pengurus perusahaan (direktur & komisaris)
  2. Kopi NPWP (Nomor Pokok wajib pajak)
  3. Kopi SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan )
  4. Kopi Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris
  5. Kopi TDP (Tanda Daftar Perusahaan) Poin nomor 1 s/d 5 akan digunakan oleh bank untuk memeriksa keabsahan / legalitas antara apa yang tercantum di akte pendirian dengan bidang usahanya, segala surat perizinannya dan kewajiban pajaknya terhadap negara.
  6. Kopi rekening koran/giro atau buku tabungan di bank manapun selama 6 s/d 3 bulan terakhir.
  7. Data keuangan lainnya, seperti neraca keuangan, laporan rugi laba, catatan penjualan & pembelian harian, dan data pembukuan lainnya. Poin nomor 6 dan 7 digunakan Bank untuk melakukan berbagai analisa keuangan terhadap calon debiturnya. Kesanggupan debitur dalam membayar kembali hutangnya akan dianalisa dari berbagai sisi, seperti: kesanggupan dalam membayar kembali hutang jangka pendeknya, kemampuan dan efektivitas manajemen dalam mengelola sumber­sumber yang dimilikinya, kemampuan dalam mencetak laba, dan sebagainya.

JAMINAN
Saat mengajukan kredit ke bank , biasanya Anda akan diminta untuk menjaminkan salah satu harta yang Anda miliki kepada bank sehingga apabila Anda tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut, bank akan menyita harta yang Anda jaminkan tersebut sebagai ganti uang yang Anda pinjam. Tentunya nilai barang jaminan itu harus lebih besar atau minimal harus sama dengan nilai uang yang Anda pinjam.
Jaminan yang diminta oleh Bank untuk Kredit Pemilikan Rumah biasanya adalah rumah yang akan dibeli tersebut. Pada Kredit Pemilikan Mobil, maka mobil yang akan dibeli itulah yang biasa dijadikan jaminannya.
Sedangkan untuk Kredit Usaha dan Kredit Serba Guna, jaminan yang diminta biasanya lebih bervariasi seperti tanah, rumah tinggal, ruko, apartemen, kendaraan, pabrik dan lain -lain.
Untuk menilai apakah jaminan yang diajukan layak untuk dijaminkan maka Bank akan menilai kembali jaminan yang diajukan, biasanya Bank memiliki tim penilai sendiri dalam menilai jaminan tersebut, walaupun terkadang bank juga sesekali memakai tim penilai jaminan dari luar.
Nah, mudah-mudahan dengan penjelasan ini Anda tidak perlu ragu lagi untuk meminjam uang dari bank. Entah itu untuk keperluan membeli rumah, kendaraan, modal usaha, dan sebagainya.

Pelaku Usaha Belum Banyak Manfaatkan Internet

JAKARTA — Selain bisnis lewat secara langsung atau offline, binis lewat internet (online) makin menjamur. Namun, tidak sedikit pelaku usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM) yang belum memanfaatkan peluang ini. Apalagi menembus pasar internasional.
“Banyak pelaku usaha yang belum mengetahui bagaimana memanfaatkan perangkat internet untuk menjual produknya,” ujar Adji W Wardojo, ketua Komunitas Tangan Di Atas (TDA) Depok, dalam seminar ‘Sukses Memadukan Bisnis Offline dan Online’, di Universitas Gunadarma, Depok, akhir pekan kemarin.
Padahal, kata dia, saat ini melalui banyak peluang yang dapat dilakukan pelaku usaha dengan memanfaatkan internet. Potensi pemanfaatan internet untuk mengembangkan kewirausahaan semakin terbuka luas. Hasil riset AC Nielsen 2008 menunjukkan dalam dua tahun terakhir, jumlah transaksi perdagangan dunia lewat online tumbuh 40 persen. Hal serupa juga terjadi di Indonesia. “Potensi inilah yang perlu dimanfaatkan oleh pelaku usaha agar dapat mengembangkan usahanya,” katanya. Dengan 45 juta pengguna internet saat ini, tambahnya, Indonesia adalah pasar yang sangat besar.
Nukman Luthfie, pakar strategi pemasaran online, menjelaskan tidak berbeda dengan bisnis offline, lokasi berperan sangat penting bagi kesuksesan usaha online. Bedanya, dalam bisnis offline lokasi adalah letak tempat usaha maka dalam bisnis online, ‘lokasi’ adalah nama domain yang bagus dan mudah diingat. Yahoo.com, Google.com, Facebook.com, atau Detik.com adalah nama-nama singkat dan mudah diingat, diucapkan, dan dieja.
Kesalahan utama para pemula bisnis online adalah menggunakan layanan gratis, seperti blogspot, wordpress, multiply untuk membuat situs usahanya. Selain menjadikan alamat situs sulit diingat, menggantungkan diri pada layanan seperti itu membuat kita tergantung. “Bila penyedia layanan bangkrut atau tutup, hilang pula ‘tempat usaha’ yang sudah susah payah kita bangun bertahun-tahun,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa domain sebaiknya hanya satu kata atau dua kata ‘generik’, seperti Juale.com, JaketKulit.com, MahkotaDewa.com. “Nama juga adalah doa, jadi harus berkonotasi bagus,” ujarnya.
Ning Suharman, pemilik laman NingHarmanto.com dan MahkotaDewa.com menjelaskan, ketika awal usaha, ia belum banyak mengenal tentang internet. Tapi, kini, berkat usaha via online, omzetnya ditarget Rp 1 miliar per pekan. “Satu miliar per pekan, itulah target saya,” katanya.
Risna Maulina, pemilik laman MolinaBatik.com, mengatakan, selain membuat laman, pelaku usaha jangan berpangku tangan menunggu pengunjung. “Anda harus memasarkannya dengan rajin, baik melalui jalur online ataupun offline,” katanya.
Ia menuturkan, dalam beberapa bulan pertama saat berbisnis, hampir tidak ada transaksi sama sekali. “Mungkin karena orang belum mengetahui keberadaan kita,” ujarnya. Risna kemudian rajin promosi dengan berkomentar di blog-blog, aktif di situs jejaring sosial, dan memasang iklan baris online untuk mengenalkan produk-produk MolinaBatik.com, yang dipasarkan 100 persen lewat online.  zaky ah ed: wachidah

KIAT MENGAJUKAN PINJAMAN KE BANK

KIAT MENGAJUKAN PINJAMAN KE BANK
Banyak cara meminjam modal dari Bank, salah satunya adalah seperti cara di bawah ini sebagaimana yang disarankan kepada Pak M Ayub seorang agen koran dan majalah.

Dari Pak M Ayub, Jakarta Selatan
Saat ini Saya membuka usaha agen kecil-kecilan koran dan majalah. Untungnya lumayan.  Dalam sebulan di luar membiayai kegiatan operasional dan juga membayar 2 karyawan, Saya bisa mengumpulkan pendapatan bersih sekitar Rp2 juta hingga Rp2,5 juta.  Saya telah menjalankan usaha ini sekitar 1,5 tahun.  Karena perkembangan yang cukup bagus,  Saya ingin lebih membesarkan bisnis tersebut. Namun terus terang terkendala oleh masalah permodalan.  Jangankan untuk meminjam kredit yang khusus untuk UMKM, permohonan KTA yang pernah diajukan untuk kepentingan usaha ditolak dengan alasan tidak ada slip gaji.   Apakah masih ada kesempatan untuk Saya mendapatkan permodalan melalui bank?  Jika ada, di mana dan apa saja kira-kira yang harus dipersiapkan?
Terima kasih.
Kepada Pak Ayub di Jakarta Selatan dan para pengusaha mikro dan kecil di Indonesia
Saya ucapkan selamat, Bapak yang dapat memperoleh keuntungan bersih (Rp. 2 juta s/d Rp.2,5 juta per bulan) yang lumayan besar, apalagi sudah dikurangi biaya operasional dan upah 2 karyawan. Artinya keuntungan bersih Rp. 100 ribu per hari. Hal yang sangat bagus sekali.  Sekali lagi saya ucapkan selamat dan saya doakan bisa lebih maju lagi.
Mengenai pemasalahan yang Bapak sampaikan, yaitu masalah permodalan. Memang menjadi masalah klasik bagi para pelaku UMK (Usaha Mikro dan Kecil).  Banyak sekali saya mendengar kendala yang dihadapi UMK dalam mendapatkan modal, apalagi melalui Bank.
Menurut pendapat saya, Pak Ayub lebih baik menghubungi bank terdekat yang punya program untuk usaha UKM. Saat ini banyak sekali bank yang punya program UMK, seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) Sebaiknya menghindari kredit semacam KTA (kredit tanpa agunan) karena biasanya KTA diperuntukan kepada karyawan untuk konsumtif namun beban bunga tinggi.
Untuk sukses memperoleh pinjaman dari bank (kredit dari bank konvensional atau pembiayaan dari bank syariah) secara garis besar ada dua syarat yang Bapak siapkan.
Pertama, syarat-syarat administratif , seperti identitas diri (pas photo diri ukuran 3 cm x 4 cm, dan foto copy salah satu identitas diri: KTP atau SIM atau Paspor, Kartu Keluarga, Surat Nikah, dll) kemudian dilampiri   ijin-ijin usaha yang dimiliki (bila sudah ada, seperti NPWP, dll). Ada baiknya juga dilampirkan pula (bila ada) foto copy buku-buku rekening tabungan di bank, terserah di bank manapun boleh. Lebih bagus lagi kalau dilampirkan pula (bila ada) foto copy kepemilikan aset/harta (sertifikat tanah atau rumah, BPKB mobil atau motor atau lainnya). Semua syarat administratif tersebut sebaiknya dipersiapkan dahulu sebelum bermitra dengan bank. Karena bank senang apabila usahanya punya administrasi yang baik.
Kedua, gambaran usaha selama ini dan rencana usaha ke depan Gambaran usaha mengenai kondisi internal usaha, seperti keuangan. Mengenai keuangan yang menyangkut laporan laba rugi dan laporan neraca. Kami yakin Pak Ayub pasti bisa membuat laporan Laba/Rugi, buktinya Bapak bisa menghitung keuntungan bersih Rp. 2 juta s/d RP. 2,5 juta per bulan. Buatlah laporan keuangan (Laba Rugi) secara sederhana. Prinsipnya seperti ini: Total penjualan satu bulan – dikurangi harga beli koran/majalah = laba kotor, kemudian dikurangi biaya-biaya (operasional : upah, tranport, dll) = laba bersih. Sederhana kan, Pak. Setelah itu susun neraca keuangan secara sederhana.
Jumlah penjualan koran & majalah (dalam satu bulan)
Rp.
Harga Pembelian (koran dan majalah)
Rp.
          Laba Kotor
Rp.
Biaya – Biaya Operasional
Rp.
Biaya Bunga Bank & Pajak (bila ada)  
Rp.
         Laba Bersih
Rp.
Neraca keuangan terdiri dari sisi kiri (harta) dan sisi kanan (kewajiban + modal). Sisi kiri (harta) terdiri dari harta lancar (kas tunai, kas di bank, piutang pihak lain dan barang/koran/majalah persediaan) serta harta tetap (berupa tanah, bangunan, dan harta bergerak lainnya). Kemudian baru susun neraca sisi kanan, jumlah kewajiban/pinjaman usaha (bila ada) + modal yang ditanamkan untuk usaha tersebut + Laba/Rugi dari laporan laba rugi. Jumlah sisi kiri dan sisi kanan harus sama ya Pak Ayub. Bentuk neraca keuangan sederhana adalah seperti contoh di bawah ini.
Aktiva
Pasiva
Harta lancar
-  Kas
-  Bank
-  Piutang
-  Persediaan
 Jumlah Harta Lancar

Rp.
Rp.
Rp.
Rp. . . .. .
Rp.
Kewajiban
-   Hutang jk pendek
-   Hutang jk panjang


Jumlah Kewjiban

Rp.
Rp.


Rp.
Harta tetap
-   Tanah
-   Bangunan
-   Mobil
-   Motor
-   Dll
 Jumlah harta tetap

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp. .  . . .
Rp.
Modal
-     Sendiri
-     Pihak lain
-     dll
          Jumlah Modal

Laba/Rugi berjalan

Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

Rp.
Total Aktiva
Rp.
Total Pasiva
Rp.
Selain laporan laba/rugi dan neraca usaha, Bapak perlu melampirkan bukti-bukti transaksi usaha (fotocopykan saja bukti bukti tersebut).
Terakhir, Pak Ayub harus menyusun rencana usaha ke depan . Berkaitan dengan jumlah tambahan modal (kredit atau pembiayaan) yang dibutuhkan dari bank.  Pada rencana usaha ke depan, sebutkan jumlah peningkatan penjualan (koran dan majalah) yang ditargetkan (2 kali atau 3 kali lipat dari jumlah saat ini).  Setelah itu Pak Ayub susun proyeksi laba/rugi dan neracanya.   
Selesai semuanya, baru bawa ke bank. Ada 2 jenis bank saat ini, bank konvensional (istilah pinjaman ‘kredit) dan bank syariah (istilah pinjaman ‘pembiayaan). Perbedaan antara kedua bank tersebut akan saya jelaskan pada kesempatan yang lain. Ikuti apa maunya bank itu, karena antara satu bank dengan bank yang lain akan punya ketentuan yang berbeda.  Bapak harus sabar, pada prinsipnya bank butuh mitra usaha, hanya saja mereka (bank) perlu hati-hati, karena dana mereka berasal dari masyarakat juga, yang harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab.
Demikian Pak Ayub, mohon maaf kalau Bapak belum puas, Insya Allah akan saya bantu dilain kesempatan. Bpk hubungi kami melalui telpon atau berkunjung ke Mal UKM Center di Waduk Melati Tanah Abang. Selamat & sukses untuk Bapak!
Wassalam.

Rabu, 20 Oktober 2010

PELATIHAN KEKUATAN PIKIRAN (POWER OF DREAM)

Modal Usaha Roti dan Tambak (Adv. 12)

Program Pemberdayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM). (Adv.06).

Pembiayaan Mikro Syariah

Lemahnya posisi tawar ekonomi umat Islam di Indonesia dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada, telah menyebabkan posisi umat sangat lemah, dan seringkali menjadi kambing hitam serta terpinggirkan dalam proses pembangunan. Membangun sumberdaya ekonomi adalah sebuah keharusan, sebagai upaya untuk merancang masa depan perekonomian umat.


Fakta menunjukkan bahwa hampir 90 persen pelaku usaha ekonomi berskala kecil adalah umat Islam. Namun ironisnya, dari keseluruhan usaha mikro yang ada, dapat dikatakan umat Islam masih belum memiliki institusi yang kuat, mapan, dan bebas dari intervensi pihak manapun. Untuk itu, pengembangan usaha mikro umat pun harus mendapat perhatian kita semua.

Sesungguhnya, ide pemunculan pembiayaan mikro syariah, atau yang dikenal sebagai lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), haruslah ditopang konsep dan mekanisme yang jelas, sehingga kontribusinya dapat dirasakan umat (SA Roosly, 2002).

Saat ini, terjadi ketimpangan. Fokus dan perhatian prospek pengembangan ekonomi umat hanya bergantung pada sektor perbankan dan institusi finansial lainnya --yang skalanya lebih bersifat menengah ke atas-- dibandingkan dengan prioritas untuk menggarap sektor kecil dan menengah ke bawah. Akibatnya, arah pengembangan ekonomi yang berbasis keumatan ini menjadi tidak seimbang. Padahal, seharusnya, melalui pengembangan usaha mikro inilah landasan penataan perekonomian masyarakat beserta infrastrukturnya dibangun dan diperkuat.

Perkembangan LKM
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah memberi pelajaran penting tentang kondisi ekonomi Indonesia sebenarnya. Perekonomian negeri ini ternyata dikuasai sektor korporasi atau usaha besar yang dikuasai segelintir orang. Sementara itu, di sisi lain, pilar pembangunan ekonomi lainnya seperti usaha kecil dan menengah (UKM) tidak mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Perannya seringkali tidak berarti dalam perekonomian nasional. Ironisnya, ketika terjadi krisis, terbukti sektor korporasi tidak mampu bertahan dengan baik. Justru UKM, yang tadinya dianggap kurang berperan dalam perekonomian nasional, terbukti lebih mampu bertahan menghadapi gejolak perekonomian yang mengarah pada krisis multidimensi tersebut.

Dengan fakta tersebut, seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sektor ini dengan melahirkan paradigma pengembangan sektor UKM secara lebih serius. Sehingga kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan, nantinya, benar-benar mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap sektor ini. Tentu saja, keberadaan UKM tidak dapat dilepaskan dari keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM).

Di Indonesia, LKM dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu yang bersifat formal dan informal. Lembaga yang bersifat formal ada yang berbentuk bank, ada pula yang berbentuk lembaga non-bank. Sedangkan LKM yang bersifat informal biasanya berbentuk lembaga swadaya masyarakat, kelompok swadaya masyarakat, baitul maal wat tamwil (BMT), serta berbagai bentuk institusi yang pengelolaanya ditangani langsung oleh masyarakat.

Hingga tahun 2002, jumlah LKM dari berbagai jenis yang beroperasi secara aktif di Indonesia mencapai sekitar 53 ribu unit. Namun demikian, dari jumlah tersebut, lembaga yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah masih sangat kecil. Jumlah nasabah yang dilayani LKM melebihi 17 juta orang, sedangkan jumlah kredit mikro yang telah disalurkan mencapai lebih dari Rp 16 triliun.

Dari sisi jumlah nasabah, LKM jenis unit simpan pinjam memiliki jumlah nasabah terbesar, yaitu 10 juta orang lebih. Sedangkan dari sisi jumlah kredit mikro yang berhasil disalurkan, BRI Unit Desa menyalurkan kredit dalam jumlah terbesar, yaitu sekitar Rp 7,8 triliun (Bank Indonesia, 2002).

Berdasarkan data tersebut, posisi LKMS masih terbilang sangat kecil skalanya --baik ditinjau dari segi jumlah maupun dari segi penguasaan aset. Padahal, sekitar 95 persen dari nasabah yang ada adalah umat Islam. Kita bisa melihat bahwa jaminan aktivitas pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah masih sangat minim keberadaannya. Inilah tantangan besar yang harus dijawab dengan sebuah kerja keras secara kolektif.

Membangun potensi
Dilihat dari potensi dan sumber pendanaan yang sudah berjalan, sebenarnya LKMS memiliki potensi pembiayaan dan pengelolaan dana ekonomi umat yang cukup besar. Jika pengelolaan dana umat bisa dilakukan secara terpadu antarinstitusi keuangan syariah, maka hal tersebut akan menjadi sumber kekuatan yang sangat besar.

Sebagai contoh, jika terjalin sinergi yang konstruktif antarlembaga pengelola zakat, infak, dan shadaqah (ZIS), maka dana ZIS yang terkumpul akan mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentu saja dengan catatan bahwa program-program yang dilakukan memiliki sasaran yang jelas dan tepat. Namun yang harus diingat adalah besarnya potensi tersebut tidak akan pernah terwujud tanpa diiringi perbaikan dan inovasi dari semua elemen yang terkait di dalamnya, baik pada aspek kelembagaan, pendanaan, maupun pelayanan. Ketiga aspek tersebut, menurut penulis, memegang peranan kunci, sehingga perlu penguatan.

Dari aspek kelembagaan, terdapat dua hal yang mendesak untuk dilakukan, yaitu pengakuan dan apresiasi terhadap keberadaan dan peran LKMS untuk mengemban amanah dana umat secara profesional, dan penguatan serta perlindungan bagi LKMS dan nasabahnya. Salah satu bentuk apresiasi ini adalah melalui pemberian kejelasan status dan posisi legal-formal bagi LKMS. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua LKMS beroperasi dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Diharapkan, ke depan, akan muncul lembaga yang sehat, mampu menawarkan solusi keuangan, dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Sehingga dampaknya akan dirasakan langsung oleh umat. Dari aspek pendanaan, terdapat beberapa hal yang juga perlu dilakukan. Antara lain peningkatan aksesibilitas LKMS pada sumber dana sekunder seperti perbankan syariah, mobilisasi dana lokal dan dana luar negeri, serta peningkatan kerja sama antar-LKMS --termasuk di dalamnya peningkatan transparansi pengelolaan dana dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Sedangkan dari aspek pelayanan, terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan, seperti pemberian pelatihan, konsultasi, dan pendampingan bagi LKMS dalam menjalankan fungsinya.

Yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana menjadikan LKMS sebagai penasihat usaha bagi nasabahnya, dengan memberikan prinsip-prinsip pengelolaan usaha dan perilaku usaha yang sesuai syariah. Sehingga diharapkan akan lahir generasi baru dengan karakter Utsman bin ‘Affan, Abu Bakar Siddik, maupun Abdurrahman bin Auf. Mereka tangguh sebagai usahawan, sekaligus kokoh menjaga akidah dan memegang prinsip.

Sumber pertolongan
Memperkuat sektor usaha kecil dan menengah sesungguhnya merupakan dasar bagi kita dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan, membangun usaha mikro merupakan sumber turunnya pertolongan dan rezeki dari Allah SWT, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW: ''kalian akan ditolong dan diberi rezeki dengan sebab kaum dhuafa di antara kalian'' (HR Daelami).

Yang dimaksud hadits tersebut adalah rahmat Allah akan turun ketika kita menunjukkan keberpihakan kita terhadap masyarakat kecil dan termarjinalkan --termasuk UKM-- agar mereka dapat terberdayakan. Bahkan dalam QS 28: 5 ditegaskan bahwa masyarakat yang dianggap lemah pun memiliki potensi dan bisa menjadi sumber kekuatan. Artinya, menyepelekan mereka, apalagi kemudian mengkhianatinya, hanya akan menyebabkan hilangnya potensi yang dimiliki suatu masyarakat, bangsa, dan negara.

Sehingga, bagi kita, membangun perekonomian nasional yang kuat, hanya dapat dilakukan manakala institusi ekonomi mikro negeri ini mendapatkan perhatian dan dukungan dari semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun masyarakat lain secara keseluruhan. Inilah paradigma yang harus dibangun dan ditanamkan, agar problematika kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di Tanah Air tercinta ini dapat diatasi. Wallahu a'lam.