Jumat, 17 Desember 2010
Etika Berwirausaha
WIRAUSAHA
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya.” (QS. Al-Maidah: 2)Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fisabilillah.” (HR.Imam Ahmad)
Rasul adalah seorang entrepreunership atau wirausahawan. Mulai usia 8 tahun 2 bulan sudah mulai menggembalakan kambing. Pada usia 12 tahun berdagang sebagai kafilah ke negeri Syiria dan pada usia 25 tahun Rasul menikahi Khadijah dengan mahar 20 ekor unta muda. Ini menunjukan bahwa Rasul merupakan seorang wirausahawan yang sukses.
Jiwa wirausaha harus benar-benar ditanamkan dari kecil, karena kalau tidak maka potensi apapun tidak bisa dibuat menjadi manfaat. Prinsip dari wirausahawan adalah memanfaatkan segala macam benda menjadi bermanfaat. Tidak ada kegagalan dalam berusaha, yang gagal yaitu yang tidak pernah mencoba berusaha.
Gagal merupakan informasi menuju sukses, keuntungan bukan hanya untung untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Kredibilitas diri kita adalah modal utama dalam berwira usaha, dengan menahan diri untuk tidak menikmati kebahagiaan orang lain sebagai keberuntungan kita. Jual beli bukan hanya transaksi uang dan barang, tapi jual beli harus dijadikan amal soleh yaitu dengan niat dan cara yang benar.
Uang yang tidak barokah tidak akan dapat memberi ketenangan, walau sebanyak apapun akan tetap kekurangan dan akan membuat kita hina. Berjualan dengan akhlak yang mulia, pembeli tidak hanya mendapat fasilitas dan tidak hanya mendapatkan barang tapi juga melihat kemuliaan akhlak seorang penjual.
Etika Berwirausaha
K.H. Abdullah Gymnastiar
Peluang Bisnis Tahu Plus Lebih Kaya Vitamin
Peluang Bisnis Tahu Plus . Ternyata yang ada “plus plus” tidak cuman istilah di pijet saja . Bisnis Tahu pun bisa plus – plus juga . Biasanya tahu yang kita kenal selama ini adalah berbahan dasar kedelai . Itupun sebenarnya kandungan protein di tahu sudah lumayan bagus , namun peluang bisnis dan peluang usaha tidak boleh lepas dari yang namanya inovasi product . Nah berangkat dari ide inovasi ini . Product tahu bisa di inovasi dengan berbagai cara . Mulai dari bentuk , dahulu kotak , segitiga dan bulat hingga komposisi dan rasa.
Namun inovasi akan lebih menarik jika digabung dengan ide inovasi membuat tahu yang di campur dengan sayur. Selain Rasa yang lebih enak , kandungan gizi juga lebih tinggi . Terutama untuk kadungan vitamin dan mineral . Karena seperti yg kita ketahui sayur banyak mengandung vitamin . Tujuannya meningkatkan “drajat ” tahu menjadi makanan yang bergizi dan berkelas . Tahu ini juga bisa mempunyai warna dan bentuk yang menarik sehinga disuka untuk pasar anak – anak.
Cara Membuatnya :
1. Pilih Kedelai berkualitas bagus .
2. Pilih sayuran ( wortel , jagung dll ) yang masih bagus dan segar .
3. Kedelai di cuci dan di rendam selama 3 jam , Lalu di giling menjadi bubur kedelai , selanjutnta di pres untuk mendapat sari kedelai berupa protein .
4. Protein digumpalkan lalu di campur dengan sayuran yang telah dicacah halus. Kemudian di pres kembali . Kemudian masukan dalam cetakan dan terbentuklah tahu.
5. Tahu di potong dan direndam dalam air garam . Tahu siap di kemas dan dipasarkan .
Bagi yang berminat mecoba peluang bisnis tahu plus ini . Silahkan menghubungi :
Namun inovasi akan lebih menarik jika digabung dengan ide inovasi membuat tahu yang di campur dengan sayur. Selain Rasa yang lebih enak , kandungan gizi juga lebih tinggi . Terutama untuk kadungan vitamin dan mineral . Karena seperti yg kita ketahui sayur banyak mengandung vitamin . Tujuannya meningkatkan “drajat ” tahu menjadi makanan yang bergizi dan berkelas . Tahu ini juga bisa mempunyai warna dan bentuk yang menarik sehinga disuka untuk pasar anak – anak.
Cara Membuatnya :
1. Pilih Kedelai berkualitas bagus .
2. Pilih sayuran ( wortel , jagung dll ) yang masih bagus dan segar .
3. Kedelai di cuci dan di rendam selama 3 jam , Lalu di giling menjadi bubur kedelai , selanjutnta di pres untuk mendapat sari kedelai berupa protein .
4. Protein digumpalkan lalu di campur dengan sayuran yang telah dicacah halus. Kemudian di pres kembali . Kemudian masukan dalam cetakan dan terbentuklah tahu.
5. Tahu di potong dan direndam dalam air garam . Tahu siap di kemas dan dipasarkan .
Bagi yang berminat mecoba peluang bisnis tahu plus ini . Silahkan menghubungi :
Ketua pelaksana program kreatif Tahu Sayuran Andhi Faizal , Mahasiswa IPB bogor sebagai pemegang hak cipta program kreatif ini .
Sabtu, 06 November 2010
Ketika Usaha Harus Bermula Dari 3 F...
Bayangkan situasi sekian puluh tahun lalu ketika orang di Indonesia masih minum air dari air sumur yang direbus dan masih merebus air panas setiap kali mau minum teh; saat itu ada orang yang punya ide nyleneh (pada jamannya) untuk memasukkan air atau air teh dalam botol dan gelas kemudian menjualnya dengan harga berlipat !. Siapa kira-kira yang mau mendukungnya saat itu ?. Dukungan yang sangat mungkin adalah dari keluarga sendiri, dari teman-temannya dan dari ‘orang-orang bodoh’ di sekitarnya .
Sekumpulan keluarga, teman-teman dan ‘orang-orang bodoh’ yang dalam bahasa Inggris-nya adalah Families, Friends and Fools (3 F) inilah sekumpulan orang yang sangat berperan dalam memberikan dukungan ketika kita menggagas ide-ide yang tidak biasa, ide-ide yang nyeleneh, ide-ide yang mendahului jamannya atau ide-ide yang oleh kebanyakan orang awalnya dianggap sebagai ide-ide yang bodoh.
Dukungan ini tidak terbatas pada dukungan moril, semangat, mitra berdiskusi, teman brainstorming dan lain sebagainya yang bersifat non-materiil; tetapi dalam kenyatannya kita juga butuh dukungan yang bersifat meteriil seperti modal usaha, tenaga, sarana prasarana dlsb.
Peran 3F ini menjadi semakin penting bagi sukses tidaknya di awal sebuah ide besar usaha diimplementasikan. Ditahun-tahun awal usaha akan membutuhkan dana terus menerus, untuk riset, tes produk, tes produksi, tes pasar dlsb. saat itu belum ada income tetapi biaya keluar terus menerus. Saat itu juga belum ada pemodal diluar 3 F yang tertarik untuk mendanai usaha Anda.
Perjalanan menuju death valley ini akan membuat banyak pemula frustasi, lagi-lagi 3 F akan berperan. Mereka ini adalah orang-orang yang bersedia keluar dana untuk usaha Anda meskipun belum jelas hasilnya, bersedia kerja keras siang malam tanpa (belum) mengharapkan bayaran. Mereka menyemangati Anda ketika Anda down dan mengerem langkah Anda ketika Anda mau nyungsep ke jurang.
Maka kepandaian Anda mengelola sumber daya yang tidak ternilai harganya yang bernama 3 F ini – menjadi amat sangat menentukan apakah usaha Anda nantinya bisa lolos melewati lembah kematian – death valley - atau tidak.
Setelah death valley atau kuburannya para pemula usaha berhasil Anda lewati, usaha Anda akan mulai menampakkan daya tariknya. Saat itu para pemodal dari kalangan venture capital bisa jadi sudah akan mulai melirik usaha Anda; mereka ini tentu menyukai usaha yang sudah jelas masa depannya tetapi belum banyak yang melihat – jadi potential growth-nya bisa sangat tinggi.
Saat usaha berkembang lebih maju lagi, jenis investor lainnya seperti private quity investor pun akan bermuncuan karena saat itu usaha Anda sudah menjadi usaha yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi pertumbuhan yang masih sangat besar.
Bila terus dikelola dengan baik, perusahaan Anda akan mencatat sejarah dengan pertumbuhan berikutnya melalui proses merger & acquisition atau bahkan juga go public. Kurva-J di bawah menggambarkan perjalanan umum suatu usaha, bermula dari 3 F sampai menjadi perusahaan publik.
Kita kini tahu misalnya, ide ‘nyleneh’ sekian puluh tahun lalu yang saya ungkapkan di awal tulisan ini – saat ini telah menjadi raksasa-raksasa perusahaan publik. Orang-orang yang berpikir mendahului jamannya yang dulunya bisa jadi dianggap sebagai ‘orang-orang bodoh’ – kini terbukti merekalah orang-orang yang paling cerdas di bidang industrinya masing-masing; merekalah captain of industry saat ini.
Lantas siapa yang akan mendampingi Anda dalam stage 3 F agar bisa melalui death valley secara aman ?. Konsultan bisnis dlsb. yang berorientasi komersial tentu belum tertarik bisnis Anda ketika Anda masih berada di stage 3 F ; sementara mungkin juga tidak mudah bagi Anda untuk menemukan ‘orang-orang bodoh’ di sekitar Anda, saat itulah lembaga non-profit seperti yang kami kelola dalam bentuk Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin (PWDM) bisa ikut membantu Anda dari awal.
Banyak ‘ide-ide bodoh’ yang kini sudah mulai kami implementasikan. Memang usaha-usaha yang kami rintis bersama peserta PWDM sejak Angkatan I tersebut - yang baru berusia satu tahun saat ini umumnya masih berada di stage 3 F, namun kami juga sudah antisipasi bahwa segera setelah death valley ini berhasil kami lalui – berbagai bentuk aksi korporasi dalam rangka membesarkan usaha baik melalui venture capital, private placement, merger and acquisition dan bahkan go public juga sudah mulai kami petakan.
Bahkan kini kami bersinergi dengan Calipha Group Holding untuk bisa saling mengisi. PWDM mendapatkan visi dan jaringan untuk membuat road map jauh kedepan bagi setiap usaha yang dirintisnya, sementara Calipha yang memiliki spesialisasi dibidang venture capital , private equity placement serta merger & acquisition dapat menanamkan benih-benih dagangan masa depan dalam business-nya.
Jadi jangan kawatir dengan ide-ide besar Anda yang oleh kebanyakan orang masih dianggap sebagai ‘ide yang bodoh’ sekarang, siapa tahu dalam beberapa dekade kedepan – giliran Andalah untuk menjadi captain of industry itu. InsyaAllah.
Oleh Muhaimin Iqbal |
Sabtu, 30 October 2010 04:06 |
Membuat Mie Sendiri
Siapa si yang gak suka dengan mie?
Makanan yang enak, proses penyajiannya cepat dan murah harganya.
Terlebih lagi jika mie buatan sendiri, tentunya lebih aman kerana bebas dari soda api dan formalin yang dapat membahayakan tubuh kita, meskipun ada juga mie yang beredar dipasaran tanpa menggunakan bahan tersebut sebagai pengawet. Ingin tahu cara membuatnya ?
Resep kali ini sangat sesuai bagi anda yang saat ini tengah menekuni wirausaha seperti berdagang bakmi atau mi ayam, karena dengan membuat mi sendiri diharapkan kualitas rasa mie anda lebih nikmat.
Berikut ini bahan-bahan dan cara pembuatannya :
Bahan-bahan :
Cara pembuatannya : Kocok telur sampai mengembang, kemudian masukkan garam halus secukupnya. Ambil wadah lain, lalu campurkan tepung terigu, pewarna makanan kuning dan air ki hingga merata. Kemudian aduk dan remas-remaslah dengan tangan. Masukkan adonan (a) kedalam adonan (b) sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan sampai adonan menjadi pekat. Setelah itu masukkan sodium benzoate dan aduk hingga rata. Masukkan adonan ke dalam cetakan bakmi dan putarnlah. Kamudian masukkan kedalam air mendidih selama 15 menit. Setelah 15 menit, angkat mi dari air mendidih lalu tiriskan. Bagaimana? Ternyata membuat mi tidaklah susahkan?
Makanan yang enak, proses penyajiannya cepat dan murah harganya.
Terlebih lagi jika mie buatan sendiri, tentunya lebih aman kerana bebas dari soda api dan formalin yang dapat membahayakan tubuh kita, meskipun ada juga mie yang beredar dipasaran tanpa menggunakan bahan tersebut sebagai pengawet. Ingin tahu cara membuatnya ?
Resep kali ini sangat sesuai bagi anda yang saat ini tengah menekuni wirausaha seperti berdagang bakmi atau mi ayam, karena dengan membuat mi sendiri diharapkan kualitas rasa mie anda lebih nikmat.
Berikut ini bahan-bahan dan cara pembuatannya :
Bahan-bahan :
- Tepung terigu …………...………..….. 1 Kg
- Telur ……………………................... 3 butir
- Garam ……………………….......….. secukupnya
- Air ki …………………. ………..…….. 25 cc
- Air matang………..……………..…... 5 gelas
- Sodium benzoat ……………...……... 1 sdt
- Pewarna makanan kuning...secukupnya
Cara pembuatannya : Kocok telur sampai mengembang, kemudian masukkan garam halus secukupnya. Ambil wadah lain, lalu campurkan tepung terigu, pewarna makanan kuning dan air ki hingga merata. Kemudian aduk dan remas-remaslah dengan tangan. Masukkan adonan (a) kedalam adonan (b) sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan sampai adonan menjadi pekat. Setelah itu masukkan sodium benzoate dan aduk hingga rata. Masukkan adonan ke dalam cetakan bakmi dan putarnlah. Kamudian masukkan kedalam air mendidih selama 15 menit. Setelah 15 menit, angkat mi dari air mendidih lalu tiriskan. Bagaimana? Ternyata membuat mi tidaklah susahkan?
Rabu, 03 November 2010
Yang Harus Dilakukan Sebelum Memulai Bisnis
Secara umum, ada 5 hal yang harus kita pertimbangkan sebelum membuka usaha, yaitu :
- Produk.
- Sistem Manajemen.
- Analisa Pasar / Konsumen.
- Strategi Pemasaran.
- Analisa Keuangan.
Pertimbangan masalah produk ini menyangkut antara lain :
Apa keunggulan produk kita dibandingkan produk dari pesaing.
Apakah produk kita memiliki suatu nilai yang lebih dibanding pesaing.
Bagaimana cara memperoleh bahan baku serta berapa biaya bahan baku tersebut.
Apakah ada teknologi dalam pembuatan produk tersebut.
Apakah dalam membuat produk tersebut harus menggunakan tenaga ahli, atau bisa dilakukan siapa saja.
Jika bisa dilakukan siapa saja, bagaimana cara melatih mereka agar dapat membuat produk yang sesuai.
Apakah kemasan produk tersebut sudah menarik untuk dilihat.
Sistem Manajemen
Yang termasuk dalam sistem manajemen adalah :
Siapa pemilik usaha ini? Jika ada orang selain kita bagaimana tugas dan wewenangnya. Disarankan untuk menggunakan sistem kepemimpinan tunggal, tujuannya agar tidak ada kebijakan yang saling tumpang tindih serta pembagian tugasnya jelas.
Berapa jumlah kebutuhan ruangan untuk usaha ini, dan apakah usaha ini membutuhkan suatu ruangan khusus.
Bagaimanan sistem operasionalnya. Apakah perlu waktu untuk menyiapkan produk atau apakah kita perlu waktu dalam pengantaran produk tersebut.
Jika dilakukan pengiriman, apakah ada sistem pengepakan/pengemasan yang harus dilakukan agar tidak terjadi kerusakan.
Bagaimana jalur operasional untuk usaha ini, dari mulai anda mendapatkan bahan baku sampai produk tersebut dibeli oleh konsumen.
Analisa Pasar
Dalam analisa pasar, yang harus kita ketahui adalah :
Siapa target konsumen dari produk kita.
Apakah produk kita sudah pernah diujicobakan ke konsumen, dan bagaimana pendapat mereka.
Jika sudah tahu siap terget konsumen kita, apakah kita tahu keinginan dan kebutuhan mereka akan produk ini. Apakah mereka menginginkan hal lain agar dapat menikmati produk kita.
Siapa saja kompetitor kita dalam produk ini, dan bagaimana mereka melakukan pelayanan kepada konsumennya.
Strategi Pemasaran
Setelah kita mengetahui kondisi pasar dari produk ini, kita dapat menciptakan strategi pemasaran yang sesuai dengan kondisi pasar dan juga kondisi usaha kita. Berikut yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan strategi pemasaran :
Apa nama brand/merek produk kita. Apakah brand/merek tersebut cukup familiar didengar atau sulit diucapkan.
Jelaskan strategi penjualan produk ini agar sampai ke konsumen. Jika dalam melakukan penjualan memerlukan salesman, bagaimana cara agar salesman bisa menjual produk kita.
Apa kegiatan promosi / publikasi yang kita lakukan agar konsumen bisa tahu dan mencoba produk kita. Hal yang paling penting dalam promosi awal adalah konsumen harus tahu dan mencoba dari produk kita.
Bagaimana konsumen membeli produk kita. Apakah harus datang ke toko kita, atau kita yang mendatangi konsumen. Jika konsumen yang datang ke toko kita, apakah letak toko kita dekat dan mudah dengan konsumen. Jika kita yang mendatangi konsumen, dengan cara apa kita mendatangi konsumen. Apakah dengan sistem penitipan ke retail, supermarket atau melakukan penjualan langsung.
Analisa Keuangan
Hal terakhir yang harus dipertimbangkan adalah analisa keuangan. Berikut pertimbangan dalam hal keuangan :
Berapa kebutuhan total investasi usaha kita
Darimana kebutuhan investasi tersebut terpenuhi ( siapa yang mensuplai atau beli darimana )
Darimana pendapatan usaha ini berasal. Jika memiliki banyak produk, berapa harga dari setiap produknya dan berapa target penjualan dari setiap produk.
Berapa harga pokok produk tersebut. Ini termasuk pembelian bahan baku, biaya pengangkutan bahan baku dan upah pembuatan produk.
Berapa biaya operasional setiap bulannya untuk menjalankan usaha ini. Dimasukan juga berapa penyusutan alat – alat yang memiliki masa waktu pakai.
Berapa keuntungan bersih setiap bulannya dan apakah keuntungan ini sesuai dengan biaya investasi yang kita keluarkan.
BMT Dari Masa ke Masa Berjuang untuk Ummat
Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) selama sepuluh tahun ini tercatat paling menonjol dalam dinamika keuangan syariah di Indonesia. Berbagai LKMS tersebut lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Masing-masing BMT biasa memiliki nama, yang diperlihatkan pada papan nama dan identitas lainnya. Ada LKMS yang menyebut diri sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), dan yang secara lengkap menyatakan diri sebagai KJKS BMT dengan nama tertentu.
BMT pada umumnya memiliki dua latar belakang pendirian dan kegiatan yang hampir sama kuatnya, yakni sebagai lembaga keuangan mikro dan sebagai lembaga keuangan syariah. Identifikasi yang demikian sudah tampak pada beberapa BMT perintis, yang beroperasi pada akhir tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an. Mereka memang belum diketahui secara luas oleh masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen dengan cakupan geografis yang amat terbatas. Perkembangan pesat dimulai sejak tahun 1995, dan beroleh “momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998.
Pada tahun 2010, telah ada sekitar 4.000 BMT yang beroperasi di Indonesia. Beberapa diantaranya memiliki kantor pelayanan lebih dari satu. Jika ditambah dengan perhitungan faktor mobilitas yang tinggi dari para pengelola BMT untuk “jemput bola”, memberikan layanan di luar kantor, maka sosialisasi keberadaan BMT telah bersifat masif. Wilayah operasionalnya pun sudah mencakup daerah perdesaan dan daerah perkotaan, di pulau Jawa dan luar Jawa.
BMT-BMT tersebut diperkirakan melayani sekitar 3 juta orang nasabah, yang sebagian besar bergerak di bidang usaha mikro dan usaha kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas. Mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif moderen.
Pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula dalam kinerja keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Mereka pun dipercaya oleh masyarakat yang kebanyakan berpenghasilan rendah dan menengah bawah untuk menyimpan dananya. Pada saat bersamaan, BMT telah memberikan pembiayaan melebihi dana yang berhasil dihimpun, yang dimungkinkan oleh semakin membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk bekerjasama.
Potensi untuk berkembang lebih pesat di masa mendatang masih sangat besar. Namun masih ada banyak kendala dan tantangan dalam operasional BMT-BMT. Dukungan berbagai pihak pun belum sepenuhnya kuat. Keberadaannya pada “dua kaki”, sebagai lembaga keuangan mikro yang terkait erat dengan UMKM dan sebagai lembaga yang bersifat syariah, belum berhasil diramu menjadi keunggulan yang berkesinambungan. Pihak otoritas ekonomi dan Pemerintah Daerah masih terkesan lambat memberi dukungan, bahkan kadang menghambat dengan regulasi atau birokrasi yang tidak dilandasi pemahaman permasalahannya. Dari sisi internal BMT sendiri masih ada banyak kendala terkait permodalan, sistem operasional dan ketersediaan sumber daya insani yang memadai.
Para pegiat pun sadar akan belum optimalnya perkembangan BMT. Berbagai forum dan kerjasama antar mereka telah dilakukan, termasuk mendirikan asosiasi dan perhimpunan. Ada upaya penyamaan beberapa hal yang memang perlu distandarisasi demi kemajuan bersama. Salah satu yang mendasar adalah menyepakati dan mengembangkan beberapa karakteristik dasar yang serupa, yang mencerminkan jati diri sebagai gerakan BMT. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kesadaran akan adanya tantangan masa depan terkait perkembangan kondisi eksternal yang sebagiannya musti dihadapi secara bersama. Tantangan tersebut meliputi antara lain: dinamika perekonomian nasional bahkan global, kemajuan teknologi dan komunikasi, kondisi sosial politik dan budaya, kesadaran praktik syariah dan lain sebagainya.
Perhimpunan BMT Indonesia yang disebut juga sebagai BMT Center merupakan asosiasi yang paling serius mengembangkan diri sejak didirikan padatanggal 14 Juni 2005.Ada 142 BMT yang menjadi anggotanya sampai dengan pertengahan 2010, Mereka tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera dan Aceh. Bisa dikatakan, hampir semua yang termasuk besar menurut ukuran BMT bergabung dalam BMT Center. Namun, syarat dan kriteria yang utama dalam penerimaan keanggotaan BMT center adalah kesehatan operasional dan kelembagaannya, serta komitmen untuk mengembangkan gerakan BMT secara nasional.
Sampai dengan Desember 2005, ketika BMT center masih beranggotakan 96 BMT, total asset para anggota adalah sekitar Rp 364 milyar. Dengan adanya pertumbuhan selama tahun berjalan dan penambahan beberapa anggota baru, maka sampai dengan akhir tahun 2006, aset total adalah sekitar Rp 458 miliar. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 695 miliar pada akhir tahun 2007, hampir mencapai Rp 1 trilyun pada akhir tahun 2008, dan sekitar Rp 1,6 trilyun pada akhir 2009. Nilai tersebut diperkirakan sekitar 50 persen dari total BMT yang mencapai lebih dari Rp 3 trilyun.
BMT secara umum telah terbukti berhasil menjadi lembaga keuangan mikro yang andal. Kemampuannya untuk menghimpun dana masyarakat terbilang luar biasa, mengingat mayoritas anggota dan nasabahnya adalah pelaku usaha berskala mikro, yang selama ini tidak diperhitungkan oleh perbankan sebagai sumber dana. Dengan mengembangkan kemampuan menabung mereka, ketahanan masyarakat dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat mendesak seperti sakit, musibah maupun kebutuhan mendesak lainnya menjadi semakin kuat. Mereka pun mulai belajar mengakumulasikan modal bagi peningkatan kapasitas bisnis, atau pembuatan bisnis baru. Sementara itu, perkembangan pembiayaan yang diberikan pun terbilang spektakuler. Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya mendekati atau lebih dari 100%, menunjukkan bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya. Tak jarang, BMT memerlukan tambahan dana dari sumber lain, seperti perbankan syariah.
Jati diri BMT yang paling pokok adalah identitas dan ciri keislamannya. Secara historis, pendirian dan perkembangan gerakan BMT selalu berkaitan dengan nilai-nilai Islam dan respon atas kondisi umat Islam. Para pegiat pun berupaya mengedepankan berbagai identitas keislaman dalam operasionalisasi BMT, termasuk dalam proses dan kinerja sebagai badan usaha yang melaksanakan prinsip-prinsip syariah. Secara penamaan, lembaga beserta produk-produknya, mengesankan citra Islami. Konsekwensi logis dari semua itu, BMT harus bertanggungjawab untuk istiqamah terhadap citra diri yang demikian. Tidak saja kepada stakeholder yang bersifat sosiologis, melainkan juga bertanggung jawab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Aspek jati diri lainnya adalah sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjadi motor penggerak sektor usaha mikro dan usaha kecil (UMK). Dengan fokus penyaluran kepada sektor UMK yang merupakan tumpuan hidup dari mayoritas rakyat Indonesia, maka diharapkan produktifitas masyarakat secara keseluruhan menjadi meningkat. Pada giliran berikutnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas karena ditopang oleh sektor riil akan terjadi secara memadai dan berkesinambungan, sehingga menguatkan fundamental ekonomi Indonesia. Keuangan mikro (microfinance) pada saat ini dipercaya menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk mengatasi kemiskinan, sekaligus menciptakan masyarakat yang memiliki tanggung jawab, mandiri dan bermartabat. Pandangan demikian tak hanya bersifat nasional, namun telah berlaku umum di dunia internasional.
Perkembangan BMT yang pesat diiringi pula oleh semakin besarnya tantangan yang dihadapi. Tantangan internal terpenting diantaranya adalah: soal kepatuhan syariah (syariah compliance), soal mempertahankan idealisme gerakan, soal profesionalisme pengelolaan, soal pengembangan sumber daya insani, dan soal kerjasama antar BMT. Sementara itu, tantangan eksternal yang utama adalah: dinamika makroekonomi, masalah kemiskinan yang masih menghantui perekonomian Indonesia, dinamika sektor keuangan yang belum menempatkan keuangan mikro sebagai pilar utama, serta masalah legalitas dan regulasi untuk BMT.
Musyawarah nasional BMT Center April 2010 menetapkan suatu cetak biru yang dinamakan “Haluan BMT 2020” dengan tujuan mengidentifikasi tantangan utama yang akan dihadapi oleh gerakan BMT pada sepuluh tahun mendatang. Haluan memuat penjelasan tentang jati diri BMT, semacam identitas dan citra diri yang melandasi operasi BMT serta menginspirasi para pegiatnya. Haluan juga mengetengahkan sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas, sehingga para stakeholder dalam kegiatan pengembangan usaha BMT dapat memiliki pedoman untuk menyelaraskan aktivitasnya.
BMT Center menyelenggarakan pula beberapa kegiatan penting untuk mulai merealisasikan Haluan itu, salah satu diantaranya adalah “BMT SUMMIT dan TOP MANAGEMENT BMT WORKSHOP” pada tanggal 22-24 Oktober 2010. Acara tersebut antara lain diharapkan: memperkuat konsolidasi antar BMT, mempertegas jati diri, memperkaya wawasan para top manajer, serta memperluas komunikasi kepada pihak lain.
Acara yang akan diikuti oleh sekitar 150 manajer puncak BMT dari berbagai wilayah di Indonesia itu terdiri dari dua bagian. Pertama, berupa forum musyawarah (summit) yang melanjutkan pembahasan beberapa tema utama yang telah diputuskan di Munas serta evaluasi perkembangan mutakhir dari gerakan BMT. Kedua, berupa pelatihan (workshop) untuk para manajer puncak BMT. Diharapkan pula terjadi komunikasi yang optimal dengan para narasumber secara timbal balik sehingga berfungsi pula sebagai media publikasi gerakan BMTke pihak lain.
KEADAAN PEMASARAN USAHA SYARIAH
Ekonomi Syariah memperkenalkan konsep bagi hasil yang lebih mencerminkan keadilan. Hal tersebut antara lain karena : Pertama, hal yang dipersetujukan adalah pembagian keuntungan dan kerugian sesuai dengan prosentasi yang disepakati. Ini menempatkan kedua belah pihak pada posisi yang sama terhadap kemungkinan hasil dari usaha.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Dalam pemasaran syariah yakni dikenal 2 pembagian pasar yaitu pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional. Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Gambaran profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan:
(1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa);
(2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq),
(3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil)
(4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat),
(5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif),
(6) Jujur dan terpercaya (al-amanah),
(7) Tidak suka berburuk sangka (su’uzhzhann),
(8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah),
(9) Tidak melakukan sogok (risywah),
.
Strategi Pemasaran merupakan suatu alat/teknik untuk mencapai tujuan bagi sebuah perusahaan yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti:
- social,
-budaya, politik,
-ekonomi,
-dan manajerial.
Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut maka masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas.
Di dalam pemasaran kita mengenal beberapa konsep dasar seperti konsep 4P (Product, Price, Promotion, Place)
dan juga ada yang diberi nama dengan pendekatan STP (Segmentasi, Target, dan Posisi).
Untuk sebuah perusahaan yang menginginkan kemajuan terhadap usahanya perlu menerapkan strategi-strategi pemasaran, begitu pula dengan Bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang mempunyai kebutuhan pemasaran yang komplek, ini dapat dilihat dari produk-produk yang dimiliki, bagaimana sebuah bank dapat menarik minat nasabahnya untuk menyimpankan uangnya ke bank dan begitupula sebaliknya bank juga memasarkan produk pembiayaannya kepada nasabah, sehingga bisa kita lihat ada dua segmen produk yang harus dipasarkan bank kepada nasabah.
Kondisi hari ini, strategi pemasaran sudah masuk ke ranah yang lebih luas dari pada penerapan teknik pemasaran klasik. Saat ini banyak pemasar yang mulai merubah paradigmanya kepada teknik-teknik pemasaran yang lebih mengeksploitasi dan berkiblat kepada unsur kreatifitas personal. Setiap individu tenaga marketing mempunyai teknik yang berbeda dengan pemasar yang lain, mereka diharuskan memiliki inovasi sendiri untuk bertarung dengan pemasar lain.
Ada pemasar yang memanfaatkan jaringan sosialnya untuk dijadikan segmen pasar, ada yang memanfaatkan ketokohan keluarganya, malahan ada pemasar yang melakukan hal-hal yang menyerempet ke perbuatan negatif guna mencapai target yang diberikan oleh perusahaan.
Sedikit gambaran tentang pola dan strategi yang bisa dilakukan melalui jaringan masjid. Masjid/Mushalla merupakan tempat ibadah umat islam yang utama, pada zaman Rasulullah Masjid juga dimanfaatkan sebagai pusat perekonomian, pusat pemerintahan dan juga pendidikan. Pada saat ini ada beberapa pergeseran pemanfaatanyang terjadi, Masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan baca tulis Al-Qur’an apalagi di kota-kota besar.
Apa yang bisa kita pasarkan di Masjid…?, itu pertanyaan yang sangat mendasar jika kita berbicara mengenai pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid .
Pada beberapa Pasar besar di daerah-daerah, seperti Pasar Raya Padang, terdapat beberapa buah Masjid yang biasanya dijadikan tempat ibadah bagi para pelaku pasar. Kalau kita berbicara mengenai produk Bank Syariah, nasabah yang menjadi target awal adalah para calon nasabah yang memiliki kedekatan pengetahuan terhadap islam, segmen ini bisa kita dapatkan di Masjid/Mushalla terutama pada jam-jam sholat seperti sholat Zuhur dan Ashar. Kita ambil contoh Masjid Taqwa dan Masjid Muttatahirin Rawang, setiap jam sholat jama’ahnya selalu di dominasi oleh para pengusaha-pengusaha di Pasar Raya Padang. Disinilah peluang pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid bisa kita jalankan. Setelah selesai sholat, biasanya jama’ah bersantai sejenak sambil diskusi-diskusi lepas antar sesama pengusaha, disinilah momen yang harus dimanfaatkan oleh tenaga pemasar, dengan konsep produk syariah yang dimiliki dan sedikit pemahaman tentang usaha, lobi-lobi jualan produk syariah baik produk dana maupun produk pembiayaan bisa digencarkan. Dari sekian banyak pengusaha, kita asumsikan akan ada beberapa nasabah yang bisa tergaet dengan teknik ini, karena biasanya sehabis sholat pikiran dan pembawaan jama’ah lebih fresh dari pada kondisi saat mereka di Pasar. Dan biasanya, jika salah satu pengusaha bisa kita jadikan nasabah maka di asumsikan akan ada beberapa orang lain yang akan mengikuti nasabah tersebut, karena disinilah keunggulan jejaring nasabah yang beraktifitas di masjid.
Sehingga nasabah-nasabah yang biasa dipanggil Pak Haji yang banyak berada di pasar-pasar benar-benar mempercayakan usahanya kepada Bank syariah yang cocok dengan gelar yang diterimanya setelah menjalankan ibadah suci tersebut.
Tenaga pemasar padaa Bank Syariah sudah saatnya merubah paradigma jualannya yang selama ini door to door ke tempat usaha nasabah dengan mendatangi setiap masjid/mushalla yang notabene memiliki segmentasi pasar nasabah yang cocok dengan karakteristik produk yang dijual.
Untuk lebih memaksimalkan strategi pemasaran produk, tidak ada salahnya seorang pemasar Bank Syariah juga memiliki kemampuan menjadi ustadz/buya yang memberikan siraman rohani di berbagai kesempatan. Tentunya dengan materi dakwah yang tetap menyangkut kepada nilai-nilai ekonomi syariah yang dihembuskan oleh perbankan syariah, karena saat ini hanya segelintir pendakwah yang mau dan mampu menyampaikan konsep keuangan syariah dengan benar dan tepat.
Dari beberapa kondisi diatas dapat kita simpulkan bahwa, sudah saatnya pemasaran produk bank syariah di arahkan kepada segmen pasar yang tepat yaitu kepada calon nasabah yang sering melakukan aktifitasnya di masjid/mushalla. Karena sampai saat ini, nasabah yang berproses pada Bank Syariah masih banyak di dominasi oleh nasabah-nasabah yang rasional (melihat perbedaan tarif yang ditawarkan) sehingga nasabah yang benar-benar target belum begitu terjamah.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Dalam pemasaran syariah yakni dikenal 2 pembagian pasar yaitu pembagian segmen pasar rasional dan pasar emosional. Pasar Emosional diartikan sebagai kumpulan pelanggan yang datang ke perusahaan atau lembaga keuangan syariah karena pertimbangan halal-haram, didorong oleh kekhawatiran akan praktek riba dan konsiderasi ukhrawi lainnya. Pasar ini kurang memperhatikan harga dan kualitas pelayanan, demikian pula tersedianya jaringan kerja yang memadai.
Pada sisi lain ada pasar rasional yang secara umum adalah mereka sangat sensitif terhadap perbedaan harga, varietas produk, bonafiditas lembaga keuangan dan lebih utama kualitas layanan. Kelompok pasar rasional memiliki pandangan bahwa boleh syariah dan halal asal kompetitif, namun bila tidak terpaksa mencari yang lain. Kedua segmen pasar ini jelas ada plus-minusnya ada yang setuju dan ada pula tidak setuju karena sulit menerima asumsi bahwa mereka yang datang karena konsiderasi spritual adalah blindly emotional market.
Gambaran profil seorang pemasar syariah. Syariah marketer melakukan bisnis secara profesional dengan nilai-nilai yang menjadi landasan:
(1) Memiliki kepribadian spritual (taqwa);
(2) Berperilaku baik dan simpatik (sidiq),
(3) Berlaku adil dalam memasarkan produk (al adil)
(4) Melayani pelanggan dengan senyum dan rendah hati (khidmat),
(5) Menepati janji dan tidak curang (tahfif),
(6) Jujur dan terpercaya (al-amanah),
(7) Tidak suka berburuk sangka (su’uzhzhann),
(8) Tidak menjelek-jelekkan (ghibah),
(9) Tidak melakukan sogok (risywah),
.
Strategi Pemasaran merupakan suatu alat/teknik untuk mencapai tujuan bagi sebuah perusahaan yang berkaitan dengan berbagai faktor seperti:
- social,
-budaya, politik,
-ekonomi,
-dan manajerial.
Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut maka masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas.
Di dalam pemasaran kita mengenal beberapa konsep dasar seperti konsep 4P (Product, Price, Promotion, Place)
dan juga ada yang diberi nama dengan pendekatan STP (Segmentasi, Target, dan Posisi).
Untuk sebuah perusahaan yang menginginkan kemajuan terhadap usahanya perlu menerapkan strategi-strategi pemasaran, begitu pula dengan Bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang mempunyai kebutuhan pemasaran yang komplek, ini dapat dilihat dari produk-produk yang dimiliki, bagaimana sebuah bank dapat menarik minat nasabahnya untuk menyimpankan uangnya ke bank dan begitupula sebaliknya bank juga memasarkan produk pembiayaannya kepada nasabah, sehingga bisa kita lihat ada dua segmen produk yang harus dipasarkan bank kepada nasabah.
Kondisi hari ini, strategi pemasaran sudah masuk ke ranah yang lebih luas dari pada penerapan teknik pemasaran klasik. Saat ini banyak pemasar yang mulai merubah paradigmanya kepada teknik-teknik pemasaran yang lebih mengeksploitasi dan berkiblat kepada unsur kreatifitas personal. Setiap individu tenaga marketing mempunyai teknik yang berbeda dengan pemasar yang lain, mereka diharuskan memiliki inovasi sendiri untuk bertarung dengan pemasar lain.
Ada pemasar yang memanfaatkan jaringan sosialnya untuk dijadikan segmen pasar, ada yang memanfaatkan ketokohan keluarganya, malahan ada pemasar yang melakukan hal-hal yang menyerempet ke perbuatan negatif guna mencapai target yang diberikan oleh perusahaan.
Sedikit gambaran tentang pola dan strategi yang bisa dilakukan melalui jaringan masjid. Masjid/Mushalla merupakan tempat ibadah umat islam yang utama, pada zaman Rasulullah Masjid juga dimanfaatkan sebagai pusat perekonomian, pusat pemerintahan dan juga pendidikan. Pada saat ini ada beberapa pergeseran pemanfaatanyang terjadi, Masjid hanya dijadikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan baca tulis Al-Qur’an apalagi di kota-kota besar.
Apa yang bisa kita pasarkan di Masjid…?, itu pertanyaan yang sangat mendasar jika kita berbicara mengenai pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid .
Pada beberapa Pasar besar di daerah-daerah, seperti Pasar Raya Padang, terdapat beberapa buah Masjid yang biasanya dijadikan tempat ibadah bagi para pelaku pasar. Kalau kita berbicara mengenai produk Bank Syariah, nasabah yang menjadi target awal adalah para calon nasabah yang memiliki kedekatan pengetahuan terhadap islam, segmen ini bisa kita dapatkan di Masjid/Mushalla terutama pada jam-jam sholat seperti sholat Zuhur dan Ashar. Kita ambil contoh Masjid Taqwa dan Masjid Muttatahirin Rawang, setiap jam sholat jama’ahnya selalu di dominasi oleh para pengusaha-pengusaha di Pasar Raya Padang. Disinilah peluang pemasaran yang memanfaatkan jaringan Masjid bisa kita jalankan. Setelah selesai sholat, biasanya jama’ah bersantai sejenak sambil diskusi-diskusi lepas antar sesama pengusaha, disinilah momen yang harus dimanfaatkan oleh tenaga pemasar, dengan konsep produk syariah yang dimiliki dan sedikit pemahaman tentang usaha, lobi-lobi jualan produk syariah baik produk dana maupun produk pembiayaan bisa digencarkan. Dari sekian banyak pengusaha, kita asumsikan akan ada beberapa nasabah yang bisa tergaet dengan teknik ini, karena biasanya sehabis sholat pikiran dan pembawaan jama’ah lebih fresh dari pada kondisi saat mereka di Pasar. Dan biasanya, jika salah satu pengusaha bisa kita jadikan nasabah maka di asumsikan akan ada beberapa orang lain yang akan mengikuti nasabah tersebut, karena disinilah keunggulan jejaring nasabah yang beraktifitas di masjid.
Sehingga nasabah-nasabah yang biasa dipanggil Pak Haji yang banyak berada di pasar-pasar benar-benar mempercayakan usahanya kepada Bank syariah yang cocok dengan gelar yang diterimanya setelah menjalankan ibadah suci tersebut.
Tenaga pemasar padaa Bank Syariah sudah saatnya merubah paradigma jualannya yang selama ini door to door ke tempat usaha nasabah dengan mendatangi setiap masjid/mushalla yang notabene memiliki segmentasi pasar nasabah yang cocok dengan karakteristik produk yang dijual.
Untuk lebih memaksimalkan strategi pemasaran produk, tidak ada salahnya seorang pemasar Bank Syariah juga memiliki kemampuan menjadi ustadz/buya yang memberikan siraman rohani di berbagai kesempatan. Tentunya dengan materi dakwah yang tetap menyangkut kepada nilai-nilai ekonomi syariah yang dihembuskan oleh perbankan syariah, karena saat ini hanya segelintir pendakwah yang mau dan mampu menyampaikan konsep keuangan syariah dengan benar dan tepat.
Dari beberapa kondisi diatas dapat kita simpulkan bahwa, sudah saatnya pemasaran produk bank syariah di arahkan kepada segmen pasar yang tepat yaitu kepada calon nasabah yang sering melakukan aktifitasnya di masjid/mushalla. Karena sampai saat ini, nasabah yang berproses pada Bank Syariah masih banyak di dominasi oleh nasabah-nasabah yang rasional (melihat perbedaan tarif yang ditawarkan) sehingga nasabah yang benar-benar target belum begitu terjamah.
Tantangan
Geliat Ekonomi Syariah masih berada pada tahap yang amat dini. Meskipun sistem perbankan berbasis syariah berhasil menunjukkan keampuhannya pada krisis moneter yang lalu, namun kontribusi perbankan syariah secara nasional masih kurang dari 1%. Artinya ladang garapan masih sangat terbuka lebar dan diperlukan usaha-usaha memperbesar skala kegiatan agar manfaatnya dapat dirasakan secara luas.
Jumat, 29 Oktober 2010
Strategi Bisnis dan Kewirausahaan : Kiat Jitu memotivasi karyawan
Memotivasi karyawan merupakan isu yang kritikal dalam rangka mempertajam strategi bisnis dan kewirausahaan, mengingat begitu penting aspek SDM dalam mensukseskan bisnis di era sekarang. Dr Gerald Graham, seorang Profesor bidang manajemen di Wichita State University telah berhasil mengadakan penelitian tentang motivasi 1500 karyawan, dan hasilnya dapat kita kembangkan untuk penguaatan strategi bisnis dan strategi pengembangan kewirausahaan, karena elemen dari penelitian itu masuk akal diterapkan di Indonesia.
Berikut kiat memotivasi karyawan, dengan 5 point kiat yang lahir dari penelitiannya, dan saya coba uraikan dengan cara pandang saya, dan silahkan diadaptasi untuk strategi bisnis dan aspek kewirausahaan di tempat anda:
1. Ucapan selamat kepada karyawan secara personal
Selama ini terlalu sering mendengar bahwa perusahaan dan institusi memberikan penghargaan dan reward dalam forum yang formal dan akbar. Namun jika anda sebagai pemilik atau manajer sudahkan anda mengucapkan secara personal, sebagai bentuk komunikasi intens, ini penting karena dengan mengucapkan secara personal maka anda membangun hubungan komunikasi timbal balik yang ideal. Timbal balik? Dimananya?
Dengan mengucapkan secara personal, maka anda membangkitkan komunikasi spiritual dan emosional antara anda dengan karyawan tersebut secara personal untuk saling menghargai.
2. Manajer menuliskan standar kinerja yang baik secara pribadi.
Anda sebagai manajer tidak mungkin menerka faktor dan penyebab keberhasilan bawahan. Sehingga tentu alangkah baiknya manajer mempunyai catatan pribadi tentang kinerja yang baik, maka ini sebagai usaha menjadi manajer yang memulai prestasi dengan keseimbangan antara standar dan penilaian kinerja secara obyektif. Nah secara organisatif anda bisa menjadikan catatan ini sebagai catatan yang tertutup untuk anda sendiri namun bisa juga bisa untuk kepentingan berkoordinasi dengan sesama jajaran dan atasan. Berawal dari catatan ini maka anda sebagai manajer akan dinilai konsisten dalam menilai bawahan, karena anda mampu menjaga stabilitas “cara menilai” dari waktu ke waktu, tidak tergantung mod dan hubungan yang khusus.
3. Perusahaan/Institusi/UKM mempromosikan dengan dasar keprestasian
Institusi bisnis tentu menginginkan adanya sebuah momentum untuk memacu karyawan lain dengan rangsangan dari kesuksesan salah satu atau beberapa karyawan lain. Nah dari sinilah ada sebuah momentum di mana prestasi menjadi tolak ukur yang obyektif, sehingga meminimalir disharmonisasi dan mispersepsi antar karyawan, karena budaya kasak kusuk jika tidak diimbangi oleh budaya obyektif dan transparansi maka dampak kasak-kusuk akan lebih mendominasi. Mempromosikan karyawan dalam hal ini adalah sebuah bentuk usaha pemacu ketauladanan dan “social reward” selain mungkin bentuk reward-reward yang lain.
4. Manajer memperkenalkan staf berprestasi kepada staf lain
Upaya untuk memberikan contoh sikap perilaku berprestasi adalah memberikan waktu dan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk mengenal tentang sosok karyawan yang berprestasi. Harapannya bahwa setiap hari setiap waktu atmosfer prestasi itu bisa ditularkan kepada yang lain setiap saat setiap waktu, karena karyawan secara umum bisa memjalin komunikasi dan diskusi dengan sang karyawan berprestasi.
5. Menciptakan even untuk merayakan kesuksesan bersama dan membangun moral
Ketika bagian marketing lebih merasa berjasa dalam kesuksesan bisnis daripada jasa unit yang lain maka ini akan menimbulkan kontroversi di dalam perusahaan, apalagi di lain pihak bagian produksidiam-diam juga merasa berjasa karena target produksi selalu tercapai walau harus dengan lembur-lembur. Dari sinilah perlunya perusahaan untuk memberikan pandangan bahwa kesuksesan ini adalah milik bersama dari keberhasilan semua pihak, sehingga dari event ini memunculkan inspirasi moral jika salah satu salah satu unit/bidang tidak sukses atau memenuh target, maka akan mempengaruhi secara teamwork. Membangun moral dalam hal ini juga membudayakan bahwa bekerja tidak lah hanya mengabdi namun juga upaya untuk bekerja sepeti layaknya bekerjsa di perusahaan diri dalam aspek membangun moral berprestasinya, jangan sampai kehilangan sikap moral untuk memacu diri prestasi, karena merasa bahwa unit yang dihuni adalah unit yang tidak penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan.
Selamat mengkaji aspek bisnis dan kewirausahaan, silahkan pilah yang cocok dan tidak bagi anda
Berikut kiat memotivasi karyawan, dengan 5 point kiat yang lahir dari penelitiannya, dan saya coba uraikan dengan cara pandang saya, dan silahkan diadaptasi untuk strategi bisnis dan aspek kewirausahaan di tempat anda:
1. Ucapan selamat kepada karyawan secara personal
Selama ini terlalu sering mendengar bahwa perusahaan dan institusi memberikan penghargaan dan reward dalam forum yang formal dan akbar. Namun jika anda sebagai pemilik atau manajer sudahkan anda mengucapkan secara personal, sebagai bentuk komunikasi intens, ini penting karena dengan mengucapkan secara personal maka anda membangun hubungan komunikasi timbal balik yang ideal. Timbal balik? Dimananya?
Dengan mengucapkan secara personal, maka anda membangkitkan komunikasi spiritual dan emosional antara anda dengan karyawan tersebut secara personal untuk saling menghargai.
2. Manajer menuliskan standar kinerja yang baik secara pribadi.
Anda sebagai manajer tidak mungkin menerka faktor dan penyebab keberhasilan bawahan. Sehingga tentu alangkah baiknya manajer mempunyai catatan pribadi tentang kinerja yang baik, maka ini sebagai usaha menjadi manajer yang memulai prestasi dengan keseimbangan antara standar dan penilaian kinerja secara obyektif. Nah secara organisatif anda bisa menjadikan catatan ini sebagai catatan yang tertutup untuk anda sendiri namun bisa juga bisa untuk kepentingan berkoordinasi dengan sesama jajaran dan atasan. Berawal dari catatan ini maka anda sebagai manajer akan dinilai konsisten dalam menilai bawahan, karena anda mampu menjaga stabilitas “cara menilai” dari waktu ke waktu, tidak tergantung mod dan hubungan yang khusus.
3. Perusahaan/Institusi/UKM mempromosikan dengan dasar keprestasian
Institusi bisnis tentu menginginkan adanya sebuah momentum untuk memacu karyawan lain dengan rangsangan dari kesuksesan salah satu atau beberapa karyawan lain. Nah dari sinilah ada sebuah momentum di mana prestasi menjadi tolak ukur yang obyektif, sehingga meminimalir disharmonisasi dan mispersepsi antar karyawan, karena budaya kasak kusuk jika tidak diimbangi oleh budaya obyektif dan transparansi maka dampak kasak-kusuk akan lebih mendominasi. Mempromosikan karyawan dalam hal ini adalah sebuah bentuk usaha pemacu ketauladanan dan “social reward” selain mungkin bentuk reward-reward yang lain.
4. Manajer memperkenalkan staf berprestasi kepada staf lain
Upaya untuk memberikan contoh sikap perilaku berprestasi adalah memberikan waktu dan kesempatan kepada seluruh karyawan untuk mengenal tentang sosok karyawan yang berprestasi. Harapannya bahwa setiap hari setiap waktu atmosfer prestasi itu bisa ditularkan kepada yang lain setiap saat setiap waktu, karena karyawan secara umum bisa memjalin komunikasi dan diskusi dengan sang karyawan berprestasi.
5. Menciptakan even untuk merayakan kesuksesan bersama dan membangun moral
Ketika bagian marketing lebih merasa berjasa dalam kesuksesan bisnis daripada jasa unit yang lain maka ini akan menimbulkan kontroversi di dalam perusahaan, apalagi di lain pihak bagian produksidiam-diam juga merasa berjasa karena target produksi selalu tercapai walau harus dengan lembur-lembur. Dari sinilah perlunya perusahaan untuk memberikan pandangan bahwa kesuksesan ini adalah milik bersama dari keberhasilan semua pihak, sehingga dari event ini memunculkan inspirasi moral jika salah satu salah satu unit/bidang tidak sukses atau memenuh target, maka akan mempengaruhi secara teamwork. Membangun moral dalam hal ini juga membudayakan bahwa bekerja tidak lah hanya mengabdi namun juga upaya untuk bekerja sepeti layaknya bekerjsa di perusahaan diri dalam aspek membangun moral berprestasinya, jangan sampai kehilangan sikap moral untuk memacu diri prestasi, karena merasa bahwa unit yang dihuni adalah unit yang tidak penting dalam kesuksesan sebuah perusahaan.
Selamat mengkaji aspek bisnis dan kewirausahaan, silahkan pilah yang cocok dan tidak bagi anda
Peran Koperasi Dalam Perekonomian Indonesia
Trilogi pembangunan yaitu menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang dinamis dan strategis yang kemudian juga dijadikan sebagai misi yang melekat pada masing-masing pelaku ekonomi, baik negara, swasta, maupun koperasi di dalam sistem ekonomi nasional yang kita bangun.
Rumusan kedudukan, peranan, dan hubungan antara pelaku ekonomi dapat digambarkan sebagai berikut:
1) BUMN, koperasi, dan swasta hendaknya ditempatkan pada posisi dan kedudukan yang setara. Hal ini berarti, setiap pelaku ekonomi baik secara normatif maupun operasional memiliki hak hidup yang sama, sesuai dengan misi yang diembannya.
2) BUMN, koperasi, dan swasta hendaknya melakukan peranan masing-masing dengan memanfaatkan keunggulan komparatif (Comparative advantage) yang dimilikinya.Keunggulan koperasi yang dimaksud di sini ialah bahwa masing-masing pelaku ekonomi mempunyai suatu kelebihan di satu bidang jika dibandingkan dengan pelaku ekonomi lainnya.
Keunggulan komparatif tersebut dapat dilihat dari cita-cita organisasi masing-masing pelaku ekonomi tersebut. BUMN dimiliki dan dikelola oleh pemerintah. BUMN bukan merupakan suatu perusahaan yang mengejar keuntungan sebagai prioritas utama, akan tetapi merupakan alat pemerintah yang efektif dalam melaksanakan pembangunan nasional. Dengan demikian, BUMN mengemban tugas melayani kepentingan umum untuk memenuhi hajat orang banyak.
Berbeda dengan sektor swasta yang dimiliki dan dikelola secara perseorangan, keluarga, dan atau sekelompok kecil orang yang memiliki modal untuk mencapai tujuan memberi keuntungan yang semaksimal mungkin.
Lain halnya sektor koperasi yang merupakan wadah ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, dimiliki dan dikelola oleh anggota untuk kepentingan anggota serta masyarakat secara kekeluargaan.
Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: (1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, (2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa
mendatang.
Pemberdayaan KUMKM secara tersktuktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6% per tahun, mengurangi tingkat pengangguran terbuka, menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat. Pemberdayaan KUMKM seharusnya diarahkan pada upaya meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, serta secara sistimatis diarahkan pada upaya menumbuhkan wirausaha baru di sektor-sektor yang memiliki produktivitas tinggi yang berbasis pengetahuan, teknologi dan
sumberdaya lokal.
Rabu, 27 Oktober 2010
Strategi Memasarkan Produk
Pemasaran adalah strategi atau cara bagaimana melakukan berbagai aktifitas agar terjadi pertukaran (exchange) antara produsen dengan konsumen. Dalam hal pendidikan, pemasaran mengatur strategi dan cara agar konsumen mau mengeluarkan uang yang mereka miliki untuk menggunakan produk atau jasa perusahaan.
Untuk bisa memasarkan produk dengan baik, harus dimulai dari visi, misi, dan tujuan yang jelas perusahaan ingin diarahkan ke mana. Visi, misi dan tujuan ini biasanya harus dimulai dari manajemen, yang kemudian ditransfer kepada karyawan.
Selanjutnya, perusahaan juga harus menganalisis berbagai faktor eksternal yang mungkin berpengaruh dengan lembaganya. Faktor-faktor eksternal tersebut yang pertama adalah Lingkungan Makro. Lingkungan makro di sini terdiri dari sisi perkembangan penduduk dengan segala sifat dan karakternya. Faktor lain dari lingkungan makro adalah teknologi, di mana kita juga harus melihat berbagai perkembangan teknologi yang mungkin bisa diterapkan di perusahaan kita.
Faktor berikutnya dari lingkungan makro adalah aturan Pemerintah. Di Indonesia termasuk unik, karena aturan pemerintah sering berubah dengan perubahan menteri. Karena itu, antisipasi berbagai aturan ini diperlukan agar perusahaan bisa fleksible dalam mengadaptasi berbagai perubahan aturan.
Setelah lingkungan makro, lingkungan eksternal lain yang perlu diperhatikan adalah peta industri dan persaingan. Perusahaan perlu memetakan siapa pesaing-pesaing mereka, baik yang berpotensi untuk bersaing langsung maupun tidak langsung. Pemetaan kondisi ini akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan pesaing kita, sekaligus melihat aspek mana yang bisa dijadikan sebagai keunggulan bersaing.
Setelah melihat kondisi persaingan, perusahaan perlu memahami konsumen atau pelanggan. Pemahaman tentang konsumen, nilai-nilai yang mereka anut, dan nilai tambah seperti apa yang diinginkan mereka akan sangat membantu perusahaan dalam mendisain produk dan jasa yang dibutuhkan.
Untuk bisa memberikan nilai tambah, perusahaan harus terlebih dahulu mengetahui selera dan kebutuhan konsumen secara baik. Biasanya dilakukan survey ataupun wawancara dengan calon-calon konsumen mengenai apa harapan dan keinginan mereka tentang perusahaan.
Perusahaan biasanya kesulitan untuk menentukan apakah perusahaannya diperuntukkan bagi masyarakat kelas menengah atas atau untuk menengah bawah. Perusahaan sejak awal harus menentukan lembaganya diarahkan untuk kelas mana.
Dengan menentukan target market yang dituju, perusahaan bisa memberikan satu nilai tambah yang menjadi pembeda dibandingkan dengan para pesaingnya. Nilai tambah inilah yang disebut sebagai differensiasi. Dengan differensiasi yang kuat, bisa menjadi senjata dalam menghadapi berbagai persaingan.
Setelah peta kondisi eksternal sudah didapatkan, perusahaan tinggal memikirkan kondisi internal strategi apa yang akan dilakukan untuk mengelola perusahaan. Pola pengelolaan strategi internal ini, dalam ilmu pemasaran sering disebut sebagai strategi 4 P yaitu mengelola produk, harga, saluran distribusi dan promosi (product, price, place of distrbution, promotion).
Produk-produk perusahaan bisa dibagi menjadi dua bagian; yaitu produk utama dan produk pendukung. Produk utama adalah kegiatan belajar mengajar dengan segala prosesnya. Karena bukan barang jadi, proses kegiatan belajar mengajar adalah produk utama yang melibatkan emosi dan perasaan dari peserta didik sebagai konsumen. Karena itu, agar produk utama ini baik harus diciptakan pengalaman belajar mengajar yang menyenangkan.
Perusahaan harus menentukan produk apa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Survey kebutuhan pelanggan perlu dilakukan agar produk yang diberikan sesuai dengan pilihan mereka.
Setelah menentukan produk apa yang ingin ditawarkan, selanjutnya adalah menentukan berapa harga yang harus dibayar oleh konsumen. Prinsip utama dalam menentukan harga adalah menghitung keseluruhan biaya yang diperlukan. Dari situ, tinggal ditambahkan berapa persen laba yang ingin diperoleh untuk kepentingan pengembangan dan penghitungan berapa tahun akan balik modal.
Dalam hal distribusi, perlu juga dipikirkan bagaimana produk yang kita buat akan sampai kepada konsumen. Perlu dipikirkan apakah produk kita jual secara langsung atau dipercayakan kepada distributor dan agen untuk penyebarannya. Yang penting adalah bagaimana produk tersebut bisa sampai ke tangan konsumen.
Salah satu faktor yang penting dalam pemasaran sebagai P yang terakhir dari 4P yaitu promosi. Promosi adalah usaha-usaha sadar untuk melakukan sosialisasi, penerangan, dan pemberitahuan kepada masyarakat tentang berbagai informasi, yang biasanya mengenai berbagai produk yang ditawarkan. Aktivitas promosi melibatkan berbagai bentuk dan variasi yang sangat beragam. Tinggal bagaimana para pengelola melakukan berbagai promosi kreatif sesuai dengan kebutuhan dan anggaran promosi yang disediakan.
Bentuk promosi yang paling tradisional adalah iklan. Iklan adalah pemasangan informasi produk di berbagai media dan penerbitan mulai dari koran, majalah, tabloid, televisi, dan juga radio. Iklan memang efektif menjangkau khalayak yang luas, tetapi dari sisi biaya memang membutuhkan anggaran yang besar. Jika terasa bahwa biaya iklan di media massa cukup besar, bisa dicoba bentuk lain yaitu dengan brosur, leaflet, dan juga spanduk yang dipasang di sekitar wilayah di mana konsumen berada. Dengan demikian, informasi lengkap tetap bisa didapatkan oleh target konsumen kita.
Cara lain yang efektif adalah melalui promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) di mana satu orang memberikan penjelasan kepada orang lain karena merasa mendapatkan manfaat yang baik dari produk atau jasa yang digunakan. Promosi ini sangat efektif karena biasanya orang lebih percaya kepada apa yang dikatakan oleh saudara ataupun teman-teman yang sudah merasakan terlebih dahulu.
Pada akhirnya, aktifitas promosi apapun dalam perusahaan tidak bisa berjalan efektif jika secara internal tidak memperhatikan faktor kualitas sebuah perusahaan. Dengan kualitas produk yang baik, ditambahkan komunikasi yang mengena, maka aktifitas perusahaan bisa berjalan dengan baik.
MENGURAI POLEMIK KREDIT USAHA RAKYAT
Secara berurutan, harian Kompas (6 dan 7 Juni) memuat polemik tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di mana para calon nasabah KUR mengeluh karena masih diminta agunan tambahan senilai 30 persen dari nilai kredit. Padahal sesuai kesepakatan antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, dan perbankan dijelaskan bahwa nasabah KUR tidak perlu memberikan agunan tambahan. KUR adalah kredit sampai dengan Rp.500 juta yang diberikan oleh beberapa bank yang didukung dengan penjaminan kredit dari PT. Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo) dan PT. Sarana Pengembangan Usaha (SPU) sebesar 70 persen dari nilai kredit, khusus untuk UMKMK (Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi) yang feasible namun belum bankable.
Jika ditelaah lebih lanjut, timbulnya polemik penyediaan nilai agunan sebesar 30 persen dari nilai kredit sebenarnya disebabkan adanya benturan kepentingan yang berbeda antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, perbankan, dan debitor. Dari sisi pemerintah, tentu saja penyaluran KUR sebanyak mungkin adalah indikator kunci keberhasilan pemerintah. Dari sisi perusahan penjaminan kredit, selain penyaluran KUR yang maksimum yang akan dapat memberikan penerimaan premi penjaminan semakin besar, juga jumlah Non Perfroming Loan (NPL) yang kecil (baca: klaim kredit macet kecil) merupakan indikator kesuksesan program penjaminan. Bagi perbankan, penyaluran KUR yang besar dengan NPL rendah merupakan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan dari sisi debitor, memperoleh kredit dengan mudah dan (kalau perlu) tanpa agunan adalah impian para UMKMK.
Permasalahannya, apakah program KUR ini telah dapat mempertemukan kepentingan yang berbeda tersebut. Pemerintah telah memberikan jaminan melalui perusahaan penjaminan 70 persen dengan harapan perbankan akan lebih berani menyalurkan pinjaman. Namun demikian, jika tujuan pemerintah hanya pada besarnya nilai penyaluran kredit, maka seharusnya nilai penjaminan tidak hanya 70 persen namun 100 persen, sehingga tidak ada alasan lagi bagi perbankan untuk menolak permintaan kredit yang diajukan oleh UMKMK walaupun tanpa adanya agunan tambahan. Jika ini yang dilakukan pemerintah maka UMKMK dan perbankan akan sangat diuntungkan, namun hal ini akan menimbulkan moral hazard bagi mereka. Bagi perbankan, karena tidak ada risiko maka mereka akan dengan mudah untuk memberikan kredit tanpa adanya pertimbangan yang matang. Sedangkan bagi debitor, karena tidak ada agunan yang diserahkan kepada bank, maka tidak ada risiko jika mereka tidak membayar kewajiban kepada bank. Kalau ini terjadi maka yang akan menderita kerugian adalah perusahan penjaminan karena mereka akan menanggung risiko klaim yang tinggi. Kondisi semacam ini pernah terjadi di era tahun 90-an yang akhirnya menimbulkan kredit macet yang sangat besar di perbankan.
Rasio penjaminan kredit sebesar 70% adalah jalan tengah untuk menyatukan kepentingan semua pihak. Namun demikian, dengan risiko yang ditanggung perbankan masih sebesar 30%, bank wajib untuk memitigasinya. Salah satu cara mitigasi risiko adalah dengan meminta agunan tambahan sebesar 30% dari nilai kredit, khususnya untuk KUR yang mendekati nilai Rp.500 juta. Agunan tambahan ini bukan dimaksudkan untuk mempersulit proses kredit, namun semata-mata untuk menemukan jalan keluar bagi bank agar tetap dapat membiayai UMKMK. Apabila menurut analisis, ternyata bank belum yakin dengan kemampuan dan keseriusan debitor un
Jika ditelaah lebih lanjut, timbulnya polemik penyediaan nilai agunan sebesar 30 persen dari nilai kredit sebenarnya disebabkan adanya benturan kepentingan yang berbeda antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, perbankan, dan debitor. Dari sisi pemerintah, tentu saja penyaluran KUR sebanyak mungkin adalah indikator kunci keberhasilan pemerintah. Dari sisi perusahan penjaminan kredit, selain penyaluran KUR yang maksimum yang akan dapat memberikan penerimaan premi penjaminan semakin besar, juga jumlah Non Perfroming Loan (NPL) yang kecil (baca: klaim kredit macet kecil) merupakan indikator kesuksesan program penjaminan. Bagi perbankan, penyaluran KUR yang besar dengan NPL rendah merupakan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan dari sisi debitor, memperoleh kredit dengan mudah dan (kalau perlu) tanpa agunan adalah impian para UMKMK.
Permasalahannya, apakah program KUR ini telah dapat mempertemukan kepentingan yang berbeda tersebut. Pemerintah telah memberikan jaminan melalui perusahaan penjaminan 70 persen dengan harapan perbankan akan lebih berani menyalurkan pinjaman. Namun demikian, jika tujuan pemerintah hanya pada besarnya nilai penyaluran kredit, maka seharusnya nilai penjaminan tidak hanya 70 persen namun 100 persen, sehingga tidak ada alasan lagi bagi perbankan untuk menolak permintaan kredit yang diajukan oleh UMKMK walaupun tanpa adanya agunan tambahan. Jika ini yang dilakukan pemerintah maka UMKMK dan perbankan akan sangat diuntungkan, namun hal ini akan menimbulkan moral hazard bagi mereka. Bagi perbankan, karena tidak ada risiko maka mereka akan dengan mudah untuk memberikan kredit tanpa adanya pertimbangan yang matang. Sedangkan bagi debitor, karena tidak ada agunan yang diserahkan kepada bank, maka tidak ada risiko jika mereka tidak membayar kewajiban kepada bank. Kalau ini terjadi maka yang akan menderita kerugian adalah perusahan penjaminan karena mereka akan menanggung risiko klaim yang tinggi. Kondisi semacam ini pernah terjadi di era tahun 90-an yang akhirnya menimbulkan kredit macet yang sangat besar di perbankan.
Rasio penjaminan kredit sebesar 70% adalah jalan tengah untuk menyatukan kepentingan semua pihak. Namun demikian, dengan risiko yang ditanggung perbankan masih sebesar 30%, bank wajib untuk memitigasinya. Salah satu cara mitigasi risiko adalah dengan meminta agunan tambahan sebesar 30% dari nilai kredit, khususnya untuk KUR yang mendekati nilai Rp.500 juta. Agunan tambahan ini bukan dimaksudkan untuk mempersulit proses kredit, namun semata-mata untuk menemukan jalan keluar bagi bank agar tetap dapat membiayai UMKMK. Apabila menurut analisis, ternyata bank belum yakin dengan kemampuan dan keseriusan debitor un
Selasa, 26 Oktober 2010
MANAJEMEN KREDIT MACET
LATAR BELAKANG MASALAH
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.” Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut dengan memperhatikan semua aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru memperoleh izin usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.
PEMBATASAN MASALAH
Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kurang lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M). dari ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang menyangkut kredit macet.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Pengertian kredit bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas.
Kredit-kredit yang disalurkannya jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank. Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset perbankan nasional. Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih dianut, antara lain adalah :
1). Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2). Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3). Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat” di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4). Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah akan ikut menjadi korbannya.
4. Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet
Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara (Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi reschedulling, reconditioning.
Mencegah terjadinya kredit macet
Untuk mencegah terjadinya kredit macet pihak bank harus melakukan analisis sebagai berikut kepada calon krediturnya. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan kerangka 5C, 3R dan analisis Rasio.
a. Kerangka 5C
· Character
Pihak bank harus mengenali sifat dan watak calon kreditur. Apakah ia mau memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit? Hal ini penting untuk diketahui, karena dapat memengerahui keputusan untuk dapat memberikan kredit atau tidak. Pihak bank harus memahami karakter calon kreditur menyangkut apakah kreditur seseorang yang dapat dipercaya.
Pihak bank dapat mengetahui dengan melihat latar belakang calon kreditur baik itu pekerjaan, sifat pribadi, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.
· Capacity
Pihak bank harus mengukur kemampuan nasabah untuk melunasi kewajiban hutangnya, melalui pengelolaan perusahaannya secara efektif dan efisien. Jika nasabah dapat menegelola perusahaannya dengan baik, maka perusahaan bisa memperoleh keuntungan dan memungkinkan untuk dapat mengembalikan pinjaman. Capacity dapat dilihat dari data-data masa lalu (track record) perusahaan.
· Capital
Pihak bank dapat melihat kondisi keuangan nasabah melalui analisis keuangan, seperti analisis rasio. Pihak bank sebaiknya melihat komposisi hutang dan modal sendiri. Jika hutang terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan juga akan semaikn besar.
Selain itu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan dengan pengukuran atas rasio-rasio keuangan. Analisis capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan (Capital Structure).
· Collateral
Collateral adalah aset yang dijaminkan untuk suatu pinjaman. Jika karena sesuatu hal, pinjaman tidak bisa dikembalikan, maka pihak bank berhak untuk meminta jaminan tersebut.
· Conditions
Pihak bank sebaiknya mempertimbangkan kondisi perekonomian, sosial, dan politik yang dapat memengaruhi kemampuan nasabah untuk mengembalikan pinjaman. Jika kondisi perekonomian memburuk, maka kemungkinan nasabah mengalami kesulitan keuangan dapat semakin tinggi, yang membuat kemampuan perusahaan mengalami kesulitan melunasi pinjaman.
b. Kerangka 3R :
1. Returns
1. Returns
Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai.
2. Repayment capacity
Pihak bank harus dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo.
3. Risk-bearing ability
Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan.
KESIMPULAN
Adanya kredit bermasalah tersebut akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan system “pengenalan diri” yang berupa suatu daftar kejadian atau gejala yaitu diperkirakan dapat menyababkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah.
Dengan deteksi dan pengenalan diri akan sangat penting untuk mengantisipasi kemungkinan masalah yang timbul, baik secara individual maupun secara portofolio kredit dan menyusun rencana serta mengambil langkah sebelum masalah benar-benar terjadi.
Pembiayaan UKM, Bermasalah Sejak Definisi
INILAH nasib usaha kecil-menengah (UKM) di Indonesia. Bukan hanya di tingkat kebijakan maupun implementasinya yang rancu. Bahkan, sejak definisi pun sebenarnya sudah bermasalah. Berbagai kementerian yang ada mendefinisikan UKM secara berbeda. Begitu juga kalangan perbankan. Padahal, ada 17 lembaga yang mengurusi UKM. Dari segi jumlah, seharusnya UKM tumbuh menjadi lembaga bisnis yang superhebat. Akan tetapi, persoalannya menjadi lain, ketika kita menyaksikan kenyataannya. Hanya retorika politik. Boleh jadi, karena definisi yang berbeda-beda itu pula-termasuk di kalangan perbankan-seorang guru besar asal Jepang, Prof Urata, dalam rekomendasinya kepada pemerintah menyarankan untuk menggunakan suatu definisi UKM. Usulan yang ada saat ini, didasarkan pada kriteria jumlah tenaga kerja dan omzet penjualan, yaitu usaha mikro: 1-9 pekerja,; usaha kecil: 10-50 pekerja dan omzet sampai Rp 3 milyar; usaha menengah: 51-250 pekerja dan omzet sampai Rp 15 milyar. Usulan definisi tersebut tidak memasukkan aset sebagai kriteria karena masalah praktis dalam soal penafsirannya. Bila kriteria itu diterapkan di Indonesia, maka yang terbanyak adalah kelompok usaha mikro. Usaha kecil dan menengah, tinggal sedikit. Tidak soal. Sebab, kita memerlukan suatu standar, agar ketika orang berbicara UKM, maka persepsi yang ada cuma satu. Dengan begitu, apa pun arah pembicaraan soal UKM, akan menjadi fokus ke satu arah. Tidak lagi bergulir dan menggelinding ke mana-mana, sesuai keinginan dan kepentingan pihak yang berbicara. ***KALANGAN bank di Indonesia memang belum mempunyai pemahaman yang sama mengenai pinjaman kepada UKM. Banyak bank tidak membedakan antara perusahaan dan pengusaha. Misalnya, BRI, Kredit Kupedes hingga Rp 50 juta adalah kredit mikro kepada pengusaha kecil sebagai bagian dari portofolio UKM. Bank lain mendefinisikan kredit dari Rp 100 juta hingga Rp 200 juta sebagai kredit konsumtif, atau dari Rp 100 juta hingga Rp 5 milyar sebagai kredit ritel. Bank Mandiri mendefinisikan kredit sampai Rp 25 milyar sebagai pinjaman usaha menengah. Bank Indonesia (BI) mendefinisikan Kredit Usaha Kecil (KUK) sebagai semua pinjaman dengan nilai maksimum Rp 500 juta, termasuk kredit mikro, kredit perumahan, dan kredit konsumsi. Tidak termasuk dalam KUK adalah pinjaman yang disalurkan kepada perusahaan yang memiliki aset produktif lebih besar dari Rp 200 juta dan omzet lebih besar dari Rp 1 milyar per tahun. Definisi BI menimbulkan kebingungan dan salah pengertian di kalangan pengambil keputusan, karena rumusan BI tersebut tidak sesuai dengan definisi yang dipakai di kalangan perbankan dan juga tidak cukup mencerminkan kebutuhan pendanaan UKM. Karena itu, Tim Teknis ADB-TA mengusulkan definisi yang cukup menggambarkan karakteristik dan kebutuhan pendanaan perusahaan skala kecil dan menengah, (lihat tabel). Terlepas dari "perselisihan" kriteria kredit itu, cukup menarik pernyataan-pernyataan kalangan perbankan belakangan ini sepanjang tahun ini. Bank dari segala ukuran, ke depan akan mengucurkan kreditnya kepada UKM. Secara keseluruhan, penawaran kredit bank kepada UKM diperkirakan dengan mudah akan meningkat 100 persen hingga tahun 2003. Alasan utama perubahan orientasi ini adalah pengalaman buruk masa lalu dalam kredit kepada perusahaan besar, dan situasi ekonomi yang masih rapuh dan merosotnya permintaan kredit dari perusahaan besar. Angka BI mengenai KUK menurut paper policy ADB-TA, akan menyesatkan untuk mengukur potensi pasar UKM. Meskipun terdapat sekitar 7,7 juta rekening KUK, hanya 17.000 (atau lebih kurang 0,3 persen) pinjaman KUK dengan nilai lebih besar dari Rp 200 juta. Sekitar tiga juta rekening KUK adalah pinjaman kredit mikro BRI, dan sebagian besar sisanya adalah kredit untuk perumahan dan kredit pertanian skala kecil. Sebaliknya, batas atas masing-masing kategori kredit itu, berbeda jauh di antara batas kategori kredit perusahaan kecil yang didefinisikan tim bantuan teknis ADB dan banyak bank komersial. Berdasarkan dana Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 40 juta perusahaan skala mikro, kecil dan menengah, termasuk dalamnya petani dan pengusaha yang bekerja sendiri. Jumlah pemberi kerja jauh lebih kecil. Yang tercatat hanya sekitar 640.000 perusahaan kecil (5-19 pekerja) dan sekitar 70.000 perusahaan menengah (20-99 pekerja). Kalangan perbankan memperkirakan terdapat sekitar satu juta UKM yang berpotensi untuk memperoleh kredit dari bank, termasuk perusahaan mikro yang menjual eceran. Saat ini, hanya sekitar 50 persen (500.000) yang memperoleh kredit dari bank, kebanyakan pinjamannya kecil. Survei tim bantuan teknis ADB menemukan bahwa hanya 21 persen dari perusahaan kecil di luar Jakarta memperoleh pinjaman bank, tetapi hampir 50 persen menyatakan membutuhkan kredit bank. Dengan asumsi 50 persen dari mereka yang menyatakan butuh kredit itu (artinya 25 persen dari total) memenuhi syarat, hasil survei ini sangat dekat dengan pengamatan kalangan bank bahwa jumlah yang sudah mendapat kredit dari bank hanyalah separuh dari jumlah total UKM yang berpotensi untuk mendapatkan kredit. Diperkirakan, mayoritas dari 500.000 UKM yang potensial sebagai peminjam itu adalah perusahaan mikro. Jika dari jumlah itu, 450.000 perusahaan akan meminjam rata-rata Rp 50 juta dan 50.000 sisanya rata-rata Rp 300 juta, maka diperkirakan kemungkinan ekspansi kredit kepada UKM dapat mencapai
Rp 37,5 trilyun. Jika dibandingkan dengan adanya dana sebesar Rp 154 trilyun yang tersimpan dalam rekening tabungan dan Rp 80 trilyun tersimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, maka pada prinsipnya terdapat cukup dana di dalam negeri untuk melakukan ekspansi kredit kepada UKM. Bagaimana mungkin banyak UKM tidak dapat memperoleh kredit sesuai yang dibutuhkan? UKM, terutama yang berada di kota-kota besar, memiliki banyak sekali pilihan untuk meningkatkan investasi dan modal kerja dengan sumber dana dari pihak ketiga. Menurut penelitian ADB-TA, sepertiga dari perusahaan didanai bersama oleh para pemasok barang, namun tidak menuntut pembayaran tunai segera. Sekitar 28 persen dari responden mendapat dukungan keuangan dari anggota keluarga (sepertiga dari mereka menerima bantuan sebagai saham, dan dua pertiganya sebagai pinjaman) atau rekan-rekan. Dengan pangsa 20 persen, kredit bank hanya menduduki tempat ketiga. Sejumlah empat persen dari UKM telah mempunyai peralatan yang disewa-beli. Hampir sepertiga dari jumlah responden menyatakan membutuhkan pinjaman dari bank, namun belum pernah mengajukannya. Sejumlah 43 persen dari UKM menyatakan bahwa mereka membutuhkan kredit, namun 70 persen dari mereka (30 persen dari total) belum mengajukan permohonan kredit. Sebagian besar dari mereka yang tidak berpikir mencari kredit bank, khawatir perusahaan mereka dianggap tidak layak untuk memperoleh kredit (35 persen). Kurangnya informasi, tampaknya juga merupakan permasalahan. Alasan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diajukan hanya oleh 17 responden. Permintaan kredit dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kredit, sangat bervariasi di antara sektor-sektor. Permintaan kredit tertinggi terdapat pada perusahaan manufaktur. Hanya 27 persen dari perusahaan manufaktur yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak membutuhkan kredit, separuhnya disebabkan suku bunga yang terlalu tinggi. Dengan pangsa 41 persen, perusahaan manufaktur menjadi bagian terbesar dari UKM yang membutuhkan kredit, namun tidak mengajukan permohonan kredit. Berdasarkan perkiraan kasar, separuh dari mereka yang tidak mengajukan permohonan kredit menyatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup agunan kredit atau merasa perusahaan mereka tidak layak. Hanya sekitar sembilan persen dari UKM manufaktur merasa modal mereka cukup memadai. ***DI sisi lain, sebagian besar bank sangat berminat mendanai UKM, karena UKM merupakan satu-satunya sektor yang tumbuh secara signifikan dalam bisnis mereka. Namun, banyak bank menghadapi paling tidak satu dari tiga masalah internal yang utama: (i) ketersediaan dana; sebagian bank mengalami kesulitan untuk memenuhi kecukupan modal, (ii) masalah-masalah organisasi, misalnya bank tidak berpengalaman atau tidak cukup siap memberikan pinjaman bagi UKM, (iii) berasumsi bahwa UKM adalah nasabah berisiko tinggi dan sulit diakses. Kenyatannya, banyak UKM yang dokumentasinya lemah dan sering kali tidak mampu memenuhi persyaratan agunan kredit. Strategi berikut, disarankan untuk meningkatkan penyaluran kredit berdasarkan prinsip pasar: Membentuk biro informasi kredit. Ini untuk memperbaiki dokumentasi mengenai sejarah kredit bagi peminjam yang baru pertama kali memperoleh kredit, mempercepat proses, dan mengurangi biaya-biaya penilaian (transaksi) kredit. Studi awal yang dilakukan tim bantuan teknis ADB, berkesimpulan bahwa sistem informasi kredit memang layak dan dapat dilakukan. Banyak bank tertarik untuk memperkenalkan sistem seperti itu, dan pemerintah diharapkan mengundang para pihak utama (asosiasi-asosiasi bank, Bank Indonesia, lembaga keuangan lainnya), untuk membahas pembentukan suatu panitia pengarah. Pengenalan sistem skoring kredit untuk sebagian besar permohonan kredit yang berasal dari pengusaha kecil, sehingga dapat mempercepat keputusan kredit dan mengurangi biaya transaksi. Umumnya, sistem informasi kredit juga memberikan layanan skoring kredit. Asuransi kredit, biasanya untuk menutupi kekurangan agunan kredit. Ini dapat dipandang sebagai solusi di masa yang akan datang, kalau sistem hukum memungkinkan likuidasi agunan kredit dengan mudah dan cepat. Program-program yang ada saat ini yang bertujuan memudahkan masalah agunan kredit dengan memproses sertifikat tanah yang cepat bagi UKM yang mengajukan permohonan kredit, harus diintensifkan. Bank Indonesia seyogianya meninjau kembali persyaratan agunan kredit untuk kredit kecil dan menengah hingga Rp 1 milyar atau 2 milyar. Sebagai contoh, asuransi kredit harus dapat dikurangkan dari ketentuan cadangan kredit macet, dan penilaian ulang atas tanah sebagai agunan kredit seyogianya dilakukan lebih jarang. Sering kali UKM mempunyai agunan fisik yang tidak mencukupi. Akan tetapi, bagaimanapun, UKM mempunyai "agunan sosial" yang besar. Kebanyakan pemilik UKM akan melakukan segala upaya menghindarkan perusahaannya dari kebangkrutan, karena masa depan dan status sosialnya di masyarakatnya terikat erat dengan kelangsungan hidup perusahaan itu. Risiko dalam penyaluran kredit kepada UKM memang ada. Namun, tidak harus lebih dibandingkan risiko kredit lainnya. Pelajaran berharga yang dapat diperoleh dari krisis keuangan di Asia dan Rusia. Dalam kondisi politik dan lingkungan ekonomi tidak stabil yang bercirikan tingginya korupsi dan nepotisme, risiko kredit UKM jauh lebih kecil dibandingkan risiko kredit kepada perusahaan besar. Portofolio kredit UKM beraneka ragam dalam berbagai sektor dan kurang sensitif terhadap guncangan dari luar, dibandingkan dengan portofolio kredit perusahaan besar. Meskipun secara individual kredit UKM mungkin saja menanggung risiko besar, namun jauh lebih kecil dibandingkan dengan risiko memberikan kredit kepada perusahaan yang menggantungkan kinerjanya dari korupsi dan nepotisme. (dis)
Rp 37,5 trilyun. Jika dibandingkan dengan adanya dana sebesar Rp 154 trilyun yang tersimpan dalam rekening tabungan dan Rp 80 trilyun tersimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, maka pada prinsipnya terdapat cukup dana di dalam negeri untuk melakukan ekspansi kredit kepada UKM. Bagaimana mungkin banyak UKM tidak dapat memperoleh kredit sesuai yang dibutuhkan? UKM, terutama yang berada di kota-kota besar, memiliki banyak sekali pilihan untuk meningkatkan investasi dan modal kerja dengan sumber dana dari pihak ketiga. Menurut penelitian ADB-TA, sepertiga dari perusahaan didanai bersama oleh para pemasok barang, namun tidak menuntut pembayaran tunai segera. Sekitar 28 persen dari responden mendapat dukungan keuangan dari anggota keluarga (sepertiga dari mereka menerima bantuan sebagai saham, dan dua pertiganya sebagai pinjaman) atau rekan-rekan. Dengan pangsa 20 persen, kredit bank hanya menduduki tempat ketiga. Sejumlah empat persen dari UKM telah mempunyai peralatan yang disewa-beli. Hampir sepertiga dari jumlah responden menyatakan membutuhkan pinjaman dari bank, namun belum pernah mengajukannya. Sejumlah 43 persen dari UKM menyatakan bahwa mereka membutuhkan kredit, namun 70 persen dari mereka (30 persen dari total) belum mengajukan permohonan kredit. Sebagian besar dari mereka yang tidak berpikir mencari kredit bank, khawatir perusahaan mereka dianggap tidak layak untuk memperoleh kredit (35 persen). Kurangnya informasi, tampaknya juga merupakan permasalahan. Alasan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diajukan hanya oleh 17 responden. Permintaan kredit dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kredit, sangat bervariasi di antara sektor-sektor. Permintaan kredit tertinggi terdapat pada perusahaan manufaktur. Hanya 27 persen dari perusahaan manufaktur yang menyatakan bahwa mereka merasa tidak membutuhkan kredit, separuhnya disebabkan suku bunga yang terlalu tinggi. Dengan pangsa 41 persen, perusahaan manufaktur menjadi bagian terbesar dari UKM yang membutuhkan kredit, namun tidak mengajukan permohonan kredit. Berdasarkan perkiraan kasar, separuh dari mereka yang tidak mengajukan permohonan kredit menyatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup agunan kredit atau merasa perusahaan mereka tidak layak. Hanya sekitar sembilan persen dari UKM manufaktur merasa modal mereka cukup memadai. ***DI sisi lain, sebagian besar bank sangat berminat mendanai UKM, karena UKM merupakan satu-satunya sektor yang tumbuh secara signifikan dalam bisnis mereka. Namun, banyak bank menghadapi paling tidak satu dari tiga masalah internal yang utama: (i) ketersediaan dana; sebagian bank mengalami kesulitan untuk memenuhi kecukupan modal, (ii) masalah-masalah organisasi, misalnya bank tidak berpengalaman atau tidak cukup siap memberikan pinjaman bagi UKM, (iii) berasumsi bahwa UKM adalah nasabah berisiko tinggi dan sulit diakses. Kenyatannya, banyak UKM yang dokumentasinya lemah dan sering kali tidak mampu memenuhi persyaratan agunan kredit. Strategi berikut, disarankan untuk meningkatkan penyaluran kredit berdasarkan prinsip pasar: Membentuk biro informasi kredit. Ini untuk memperbaiki dokumentasi mengenai sejarah kredit bagi peminjam yang baru pertama kali memperoleh kredit, mempercepat proses, dan mengurangi biaya-biaya penilaian (transaksi) kredit. Studi awal yang dilakukan tim bantuan teknis ADB, berkesimpulan bahwa sistem informasi kredit memang layak dan dapat dilakukan. Banyak bank tertarik untuk memperkenalkan sistem seperti itu, dan pemerintah diharapkan mengundang para pihak utama (asosiasi-asosiasi bank, Bank Indonesia, lembaga keuangan lainnya), untuk membahas pembentukan suatu panitia pengarah. Pengenalan sistem skoring kredit untuk sebagian besar permohonan kredit yang berasal dari pengusaha kecil, sehingga dapat mempercepat keputusan kredit dan mengurangi biaya transaksi. Umumnya, sistem informasi kredit juga memberikan layanan skoring kredit. Asuransi kredit, biasanya untuk menutupi kekurangan agunan kredit. Ini dapat dipandang sebagai solusi di masa yang akan datang, kalau sistem hukum memungkinkan likuidasi agunan kredit dengan mudah dan cepat. Program-program yang ada saat ini yang bertujuan memudahkan masalah agunan kredit dengan memproses sertifikat tanah yang cepat bagi UKM yang mengajukan permohonan kredit, harus diintensifkan. Bank Indonesia seyogianya meninjau kembali persyaratan agunan kredit untuk kredit kecil dan menengah hingga Rp 1 milyar atau 2 milyar. Sebagai contoh, asuransi kredit harus dapat dikurangkan dari ketentuan cadangan kredit macet, dan penilaian ulang atas tanah sebagai agunan kredit seyogianya dilakukan lebih jarang. Sering kali UKM mempunyai agunan fisik yang tidak mencukupi. Akan tetapi, bagaimanapun, UKM mempunyai "agunan sosial" yang besar. Kebanyakan pemilik UKM akan melakukan segala upaya menghindarkan perusahaannya dari kebangkrutan, karena masa depan dan status sosialnya di masyarakatnya terikat erat dengan kelangsungan hidup perusahaan itu. Risiko dalam penyaluran kredit kepada UKM memang ada. Namun, tidak harus lebih dibandingkan risiko kredit lainnya. Pelajaran berharga yang dapat diperoleh dari krisis keuangan di Asia dan Rusia. Dalam kondisi politik dan lingkungan ekonomi tidak stabil yang bercirikan tingginya korupsi dan nepotisme, risiko kredit UKM jauh lebih kecil dibandingkan risiko kredit kepada perusahaan besar. Portofolio kredit UKM beraneka ragam dalam berbagai sektor dan kurang sensitif terhadap guncangan dari luar, dibandingkan dengan portofolio kredit perusahaan besar. Meskipun secara individual kredit UKM mungkin saja menanggung risiko besar, namun jauh lebih kecil dibandingkan dengan risiko memberikan kredit kepada perusahaan yang menggantungkan kinerjanya dari korupsi dan nepotisme. (dis)
Senin, 25 Oktober 2010
Minggu, 24 Oktober 2010
Inovasi Kemitraan Perbankan Syariah untuk Pengentasan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang menuntut solusi kesisteman yang komprehensif dari berbagai aspek dan melibatkan berbagai komponen dalam masyarakat. Salah satu program andalan pemerintah saat ini adalah PNPM Mandiri atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, yang dimulai pada tahun 2007. Dalam situsnya http://www.pnpm-mandiri.org, program tersebut merupakan program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup program ini cukup komprehensif, meliputi: (1) Penyediaan dan perbaikan pasarana/sarana lingkungan permukiman, sosial dan ekonomi secara kegiatan padat karya, (2) Penyediaan sumberdaya keuangan melalui dana bergulir dan kredit mikro, (3) Kegiatan terkait peningkatan kualitas sumberdaya manusia, terutama yang bertujuan mempercepat pencapaian target MDGs dan (4) Peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal melalui penyadaran kritis, pelatihan ketrampilan usaha, manajemen organisasi dan keuangan, serta penerapan tata kepemerintahan yang baik.
Kemudian, bagaimanakah peran Perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan? Konsep dan beberapa produk Perbankan Syariah mempunyai potensi besar untuk mampu berkontribusi signifikan terhadap pengentasan kemiskinan. Beberapa konsep Perbankan Syariah yang sesuai, khususnya dalam kaitannya dengan microfinance antara lain: adanya pembagian keuntungan dan kerugian antara pemberi dana dan peminjam dana dari hasil kegiatan lembaga peminjam dan tidak diperbolehkannya “menghasilkan uang dari uang” akan mengurangi beban bunga kepada peminjam yang biasa ditemui pada kredit bank konvensional. Beberapa produk bank syariah yang berpotensi antara lain: Mudhorobah dan Murobahah. Mudhorobah adalah layanan untuk peminjam dana, di mana keuntungan dari hasil usaha akan dibagi, sedangkan resiko ditanggung penuh oleh bank, kecuali kerugian karena kelalaian atau kesalahan dari peminjam dana dalam mengelola usahanya, seperti penyelewengan atau penyalahgunaan. Sedangkan Murobaha adalah layanan leasing dengan sistem angsuran flat.
Dalam microfinance dengan dasar syariah, juga terdapat BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT adalah lembaga yang berfungsi ganda, menjalankan fungsi sosial, yaitu mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan dan fungsi ekonomi, yaitu kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
George Soros, pada tahun 2002, pernah menyatakan bahwa agar microfinance mampu menjadi faktor besar dalam perkembangan ekonomi dan politik, skala Islamic Microfinance Institutions harus secara signifikan meningkat. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. BMT bisa menjadi salah satu lembaga keuangan yang sangat sesuai untuk program pengentasan kemiskinan. Pertama, tidak ada beban bunga yang tinggi seperti bank konvensional pada umunya. Kedua, resikonya relatif lebih kecil, karena skala pinjaman dan adanya fungsi sosial dari lembaga tersebut. Ketiga, proses pinjaman yang sederhana. Hal ini bsia menjadi salah satu alternatif dalam menjawab salah satu hambatan program pengentasan kemiskinan di Indonesia menurut Bank Dunia, yaitu lemahnya lembaga layanan publik pemerintah yang erat dengan citra birokratis. Keempat, citra dari lembaga keuangan syariah dan lembaga dengan fungsi sosial yang melekat pada BMT akan lebih diterima masyarakat luas.
Potensi
Berbicara mengenai potensi, PNPM Mandiri mempunyai potensi besar. Dana PNPM untuk tahun 2010 dianggarkan sebesar 16 triliun rupiah. Organisasi pelaksana program ini sudah mencapai tingkat kecamatan, dengan adanya Penanggung jawab Operasional, Unit Pengelola Kegiatan dan Fasilitator di tingkat kecamatan. Program ini juga mendapat dukungan penuh dari Bank Dunia.
Potensi Perbankan Syariah di Indonesia saat ini terus meningkat. Pasar perbankan syariah di Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia dalam pangsa pasar di kawasan Asia Tenggara, menurut gulfnews.com. Menurut data ICN (Indonesian Commercial Newsletter), jumlah kantor bank syariah pada bulan Februari 2009 sebanyak 908 kantor ditambah channeling sebanyak 1.452 kantor. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga terus meningkat tajam, rata-rata 32,8% per tahun pada periode 2004 – 2008, atau melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada tahun 2003.
Potensi dari BMT juga tidak kalah menjanjikan. Dalam sebuah jurnal penelitian dari Teddy Lesmana, peneliti dari LIPI, pada tahun 2008 terdapat sekitar 3.100 BMT.
Inovasi Kemitraan
Potensi masing-masing dari PNPM yang mewakili pemerintah, perbankan syariah dan BMT memang menjanjikan. Tetapi bila dari ketiganya terdapat sinergi maka potensinya akan menjadi berlipat ganda. Hal ini sangat mungkin, karena kekuatan dari masing-masing pihak bisa menjadi komplemen dari kelemahan dari masing-masing pihak.
Misalnya seperti yang diungkapkan sebelumnya, BMT mampu menjadi komplemen dari hambatan birokratis lembaga pemerintahan. BMT yang biasanya mempunyai modal kecil dan masalah pada kompetensi dari sumber daya manusianya bisa dilengkapi dari besarnya modal dan tingkat kompetensi yang lebih tinggi dari Bank Syariah. Tingkat kompetensi sumber daya manusia ini akan sangat berpengaruh terhadap inovasi dari produk dan layanan yang bisa dikembangkan bagi masyarakat. Bank Syariah bisa menjalankan peran pembinaan dan mitra bagi BMT. Sehingga fokus Bank Syariah dan BMT diharapkan bukan pada persaingan tetapi pada kerjasama. Saat ini persaingan di antara keduanya makin terbuka karena produk Bank Syariah yang mulai masuk ke segmen yang secara tradisi menjadi sasaran dari BMT. Salah satu solusinya bisa dengan komitmen pembagian segmen pasar yang bisa didukung dengan kebijakan pemerintah.
Pemerintah melalui PNPM juga mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh Bank Syariah maupun BMT, yaitu kebijakan, regulasi, modal dan dukungan dari Bank Dunia. Salah satu kebijakan pemerintah yang akan sangat berpengaruh bagi perbankan syariah adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia. Bila suku bunga diturunkan, maka perbankan syariah yang tidak menganut konsep riba akan lebih kompetitif dibandingkan bank konvensional. Cakupan gerak PNPM yang lebih luas dengan dukungan organisasi yang lebih lengkap juga bisa menjadi pelengkap kekurangan Bank Syariah dan BMT. Cakupan dan organisasi akan sangat penting dalam meningkatkan awareness masyarakat, terutama masyarakat miskin akan program pemberdayaan masyarakat melalui microfinance yang saat ini dirasakan masih sangat kurang. Peran pemerintah juga diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga microfinance, termasuk Bank Syariah dan BMT.
Jadi, Perbankan Syariah akan sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan, tetapi tentunya harus dengan inovasi dalam layanan dan operasionalisasinya. Salah satunya adalah dengan membentuk kemitraan yang harmonis dengan pemerintah, dalam hal ini khususnya PNPM Mandiri, dan BMT. Sehingga diharapkan inovasi kemitraan ini akan bisa menjawab tantangan yang pernah diungkapkan George Soros. Tetapi bagaimanakah menurut Anda? Apakah kemitraan ini memang berpotensi besar atau akan sulit direalisasikan. .
Kemudian, bagaimanakah peran Perbankan Syariah dalam pengentasan kemiskinan? Konsep dan beberapa produk Perbankan Syariah mempunyai potensi besar untuk mampu berkontribusi signifikan terhadap pengentasan kemiskinan. Beberapa konsep Perbankan Syariah yang sesuai, khususnya dalam kaitannya dengan microfinance antara lain: adanya pembagian keuntungan dan kerugian antara pemberi dana dan peminjam dana dari hasil kegiatan lembaga peminjam dan tidak diperbolehkannya “menghasilkan uang dari uang” akan mengurangi beban bunga kepada peminjam yang biasa ditemui pada kredit bank konvensional. Beberapa produk bank syariah yang berpotensi antara lain: Mudhorobah dan Murobahah. Mudhorobah adalah layanan untuk peminjam dana, di mana keuntungan dari hasil usaha akan dibagi, sedangkan resiko ditanggung penuh oleh bank, kecuali kerugian karena kelalaian atau kesalahan dari peminjam dana dalam mengelola usahanya, seperti penyelewengan atau penyalahgunaan. Sedangkan Murobaha adalah layanan leasing dengan sistem angsuran flat.
Dalam microfinance dengan dasar syariah, juga terdapat BMT (Baitul Maal wat Tamwil). BMT adalah lembaga yang berfungsi ganda, menjalankan fungsi sosial, yaitu mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam rangka mengatasi kemiskinan dan fungsi ekonomi, yaitu kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
George Soros, pada tahun 2002, pernah menyatakan bahwa agar microfinance mampu menjadi faktor besar dalam perkembangan ekonomi dan politik, skala Islamic Microfinance Institutions harus secara signifikan meningkat. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. BMT bisa menjadi salah satu lembaga keuangan yang sangat sesuai untuk program pengentasan kemiskinan. Pertama, tidak ada beban bunga yang tinggi seperti bank konvensional pada umunya. Kedua, resikonya relatif lebih kecil, karena skala pinjaman dan adanya fungsi sosial dari lembaga tersebut. Ketiga, proses pinjaman yang sederhana. Hal ini bsia menjadi salah satu alternatif dalam menjawab salah satu hambatan program pengentasan kemiskinan di Indonesia menurut Bank Dunia, yaitu lemahnya lembaga layanan publik pemerintah yang erat dengan citra birokratis. Keempat, citra dari lembaga keuangan syariah dan lembaga dengan fungsi sosial yang melekat pada BMT akan lebih diterima masyarakat luas.
Potensi
Berbicara mengenai potensi, PNPM Mandiri mempunyai potensi besar. Dana PNPM untuk tahun 2010 dianggarkan sebesar 16 triliun rupiah. Organisasi pelaksana program ini sudah mencapai tingkat kecamatan, dengan adanya Penanggung jawab Operasional, Unit Pengelola Kegiatan dan Fasilitator di tingkat kecamatan. Program ini juga mendapat dukungan penuh dari Bank Dunia.
Potensi Perbankan Syariah di Indonesia saat ini terus meningkat. Pasar perbankan syariah di Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia dalam pangsa pasar di kawasan Asia Tenggara, menurut gulfnews.com. Menurut data ICN (Indonesian Commercial Newsletter), jumlah kantor bank syariah pada bulan Februari 2009 sebanyak 908 kantor ditambah channeling sebanyak 1.452 kantor. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) juga terus meningkat tajam, rata-rata 32,8% per tahun pada periode 2004 – 2008, atau melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada tahun 2003.
Potensi dari BMT juga tidak kalah menjanjikan. Dalam sebuah jurnal penelitian dari Teddy Lesmana, peneliti dari LIPI, pada tahun 2008 terdapat sekitar 3.100 BMT.
Inovasi Kemitraan
Potensi masing-masing dari PNPM yang mewakili pemerintah, perbankan syariah dan BMT memang menjanjikan. Tetapi bila dari ketiganya terdapat sinergi maka potensinya akan menjadi berlipat ganda. Hal ini sangat mungkin, karena kekuatan dari masing-masing pihak bisa menjadi komplemen dari kelemahan dari masing-masing pihak.
Misalnya seperti yang diungkapkan sebelumnya, BMT mampu menjadi komplemen dari hambatan birokratis lembaga pemerintahan. BMT yang biasanya mempunyai modal kecil dan masalah pada kompetensi dari sumber daya manusianya bisa dilengkapi dari besarnya modal dan tingkat kompetensi yang lebih tinggi dari Bank Syariah. Tingkat kompetensi sumber daya manusia ini akan sangat berpengaruh terhadap inovasi dari produk dan layanan yang bisa dikembangkan bagi masyarakat. Bank Syariah bisa menjalankan peran pembinaan dan mitra bagi BMT. Sehingga fokus Bank Syariah dan BMT diharapkan bukan pada persaingan tetapi pada kerjasama. Saat ini persaingan di antara keduanya makin terbuka karena produk Bank Syariah yang mulai masuk ke segmen yang secara tradisi menjadi sasaran dari BMT. Salah satu solusinya bisa dengan komitmen pembagian segmen pasar yang bisa didukung dengan kebijakan pemerintah.
Pemerintah melalui PNPM juga mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh Bank Syariah maupun BMT, yaitu kebijakan, regulasi, modal dan dukungan dari Bank Dunia. Salah satu kebijakan pemerintah yang akan sangat berpengaruh bagi perbankan syariah adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia. Bila suku bunga diturunkan, maka perbankan syariah yang tidak menganut konsep riba akan lebih kompetitif dibandingkan bank konvensional. Cakupan gerak PNPM yang lebih luas dengan dukungan organisasi yang lebih lengkap juga bisa menjadi pelengkap kekurangan Bank Syariah dan BMT. Cakupan dan organisasi akan sangat penting dalam meningkatkan awareness masyarakat, terutama masyarakat miskin akan program pemberdayaan masyarakat melalui microfinance yang saat ini dirasakan masih sangat kurang. Peran pemerintah juga diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga microfinance, termasuk Bank Syariah dan BMT.
Jadi, Perbankan Syariah akan sangat berperan dalam pengentasan kemiskinan, tetapi tentunya harus dengan inovasi dalam layanan dan operasionalisasinya. Salah satunya adalah dengan membentuk kemitraan yang harmonis dengan pemerintah, dalam hal ini khususnya PNPM Mandiri, dan BMT. Sehingga diharapkan inovasi kemitraan ini akan bisa menjawab tantangan yang pernah diungkapkan George Soros. Tetapi bagaimanakah menurut Anda? Apakah kemitraan ini memang berpotensi besar atau akan sulit direalisasikan. .
Langganan:
Postingan (Atom)